Jakarta, Gatra.com – Kuasa hukum Yubilate Pieter Umbu Warata Pandango (Yuken), Yubilate Pieter Michael Feka, mengatakan, dakwaan jaksa penuntut umum (JPU) kepada kliennya kabur atau obscuurlibels.
Michael di Jakarta, Sabtu (8/4), menyampaikan, surat dakwaan JPU tersebut kabur karena tidak menyebut secara pasti tentang keempat orang yang didakwa, yakni siapa melakukan apa, dalam arti bahwa siapa pelaku utamanya, siapa menyuruh melakukannya, dan siapa yang turut serta melakukan.
“Itu yang saya namakan bahwa dakwaan jaksa penuntut umum tentang kualifikasi keempat pelaku itu dikatakan obscuurlibels atau dakwaan kabur,” ujarnya.
Lebih lanjut Michael menyampaikan, perkara Yuke dan kawan-kawan merupakan ranah perdata, bukan ranah pidana. Pasalnya, terkait dengan masalah kepemilikan hak atas tanah.
”Masalah keterkaitan masalah tanah ini masuk ruang lingkup hukum perdata, bukan hukum pidana. Menurut saya, penyidik terlalu prematur menetapkan keempat orang ini sebagai tersangka,” katanya.
Menurutnya, harusnya penyidik memastikan terlebih dahulu perkara tersebut dan perkara perdatanya harus terlebih dahulu diselesaikan agar tidak ditarik-tarik ke ranah pidana.
“Itu harus dipastikan dulu. Penyidik dalam hal ini melakukan tindakan sewenang-wenang terhadap Yuken dan kawan-kawan pada saat melakukan penyidikan,” katanya.
Kemudian, terdakwa Yuke merupakan seorang advokat sehingga ketika dalam proses penyidikan, penyidik Polrestabes Kota Badung harus memperhatikan undang-undang lainnya. Terlebih, Yuken dalam perkara ini sedang menjalankan tugas profesinya sebagai advokat.
“Yuken ini seorang advokat haruslah dia diberlakukan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003, atau undang-undang khusus atau asas lex specialis derogat legi generalis,” ujarnya.
Menurutnya, itu sesuai Pasal 63 Ayat (2) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), yakni Jika suatu perbuatan masuk dalam suatu aturan pidana yang umum, diatur pula dalam aturan pidana yang khusus, maka hanya yang khusus itulah yang diterapkan.
“Jadi asas ini mensyaratkan bahwa seorang advokat itu harus diberlakukan undang-undang khusus,” katanya.
Menurut Michael, khusus pemanggilan untuk seorang advokat harus dibedakan dengan masyarakat pada umumnya karena advokat itu sudah mendapatkan hak imunitas, baik di dalam maupun di luar pengadilan dalam menangani perkara.
“Semestinya penyidik ketika mau memanggil yang bersangkutan, baik sebagai saksi ataupun sebagai tersangka, harus melalui organisasi advokat atau Peradi,” katanya.
Michael menyebut bahwa penyidik sewenang-wenang dalam menangani proses hukum terhadap kliennya. Ini melanggar Undang-Undang (UU) Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat dan MoU antara Polri dengan Peradi terkait dengan pemanggilan seorang advokat.
Mikael mengatakan, dalam waktu dekat pihaknya akan melaporkan dugaan penyalahgunaan kewenangan penyidik ini ke Propam Mabes Polri. Sedangkan pihak keluarga sudah mengadukan laporan kepada Peradi terkait masalah ini yang ditanggapi oleh Ketua Peradi DPC Jakarta Barat.
Yuken harus menjalani proses hukum karena membela dan mendampingi pencari keadilan. Advokat anggota Ferari itu dilaporkan oleh lawan kliennya di pengadilan. Dilaporkan atas dugaan Pasal 170 KUHP Tindak Pidana Pengeroyokan oleh pihak lawan. Padahal ia berperan sebagai kuasa hukum dan mewakili kliennya.
Menurutnya, tiga poin di atas, diajukan pihaknya dalam nota keberatan (eksepsi) atas dakwaan JPU di Pengadilan Negeri Bandung. Pihaknya mengharapkan majelis hakim mengabulkan eksepsi pihaknya.
“Kami meminta kepada majelis hakim yang memutuskan perkara di Bandung untuk menerima dan mengabulkan eksepsi yang kami ajukan," katanya.
PN Bandung dimohon mengabulkan eksepsi karena tidak berwenang mengadili perkara ini. Pasalnya, perkara tersebut merupakan ranah atau ruang lingkup hukum perdata.
Michael mengharapkan majelis hakim juga mempertimbangkan untuk menyatakan bahwa dakwaan jaksa penuntut umum adalah obscuurlibels atau kabur karena tidak menguraikan secara jelas dari keempat terdakwa.