Jakarta, Gatra.com - Indonesia Police Watch (IPW) menilai terdapat 7 langkah dalam mengaatasi kekhawatiran keamanan dan rasa nyaman warga dari klitih di Yogyakarta oleh Polri.
Kepolisian disebut harus konsisten untuk membasmi klitih, begal, tawuran antar geng yang terus muncul di masyarakat dengan pelaku remaja atau pelajar karena tidak jarang pelaku melukai dengan senjata tajam dengan korban mendapat luka berat bahkan meninggal dunia.
Pertama, kekerasan oleh anak-anak remaja di bawah 18 tahun yang mengancam jiwa, harus ditindak tegas oleh Polri tanpa ragu dengan berpegang proses hukumnya melalui Undang-Undang Peradilan Anak.
Kemudian apabila pelaku menggunakan senjata tajam harus diterapkan pasal berlapis selain penganiayaan berat, pasal 351 atau pasal 170.
"Bahkan dapat juga diterapkan pasal Undang-Undang Darurat agar menimbulkan efek jera bagi pelaku,"ucap Ketua Indonesia Police Watch (IPW) Sugeng Teguh Santoso dalam keterangan tertulis yang diterima pada Jumat (8/4).
Menurut Teguh, proses diversi tetap diberlakukan sesuai dengan Undang-Undang Peradilan Anak. Adapun untuk anak-anak di atas 12 tahun tetap diproses hukum.
Selanjutnya, Polri harus tegas dengan mengedepankan profesionalisme dalam penanganan pidana yang menyimpang dilakukan remaja tersebut.
Di mana problem klitih bukan hanya tanggung jawab Polri saja, tetapi terkait orang tua yang berada di hulu, kemudian sekolah, tokoh masyarakat dan tokoh agama sebagai upaya pencegahan, di samping perlunya pendidikan budi pekerti.
Menurut Teguh, dalam mengatasi klitih, begal, tawuran geng tersebut, IPW mendorong fungsi intelkam dan binmas dikedepankan dengan melakukan mitigasi potensi munculnya kekekrasan laten di kalangan anak remaja. Anggota Polri masuk pada grup-grup Whatsapp (WA) mereka, mengidentifikasi aktor-aktor kunci kekerasan yang menjadi provokator serta mendeteksi lokasi-lokasi yang menjadi tempat mereka tawuran.
Terakhir, patroli polisi yang menyasar kumpulan-kumpulan anak remaja tanpa kepentingan jelas harus diintensifkan dan dibubarkan karena pengkonsentrasian massa anak-anak remaja atau dalam bentuk bergerombol berpotensi menimbulkan chaos.
"Dengan ketujuh langkah tersebut, munculnya perilaku-perilaku menyimpang para remaja dan pelajar di jalanan dapat dikendalikan dan angka kejadiannya bisa diturunkan sampai akhir tahun 2022," tutur Teguh.
Teguh juga berujar bahwa pada tahun 2021 lalu, kejadian klitih di Polda DIY jumlahnya meningkat bila dibandingkan dengan tahun 2020. Pada tahun 2021 terdapat 58 kasus klitih dengan 40 kasus terungkap dan 102 orang ditangkap. Sementara, tercatat ada 52 laporan tentang klitih dengan 38 kasus terungkap dan 91 orang ditetapkan sebagai tersangka pada tahun 2020.