Banyumas, Gatra.com - Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Banyumas melakukan uji laboratorium air Sungai Serayu setelah mendapatkan laporan kematian massal ribuan ikan di sungai terbesar di Jawa Tengah bagian barat pada 1 dan 6 April 2022.
Kepala DLH Banyumas, Junaedi mengatakan pihaknya melakukan enam uji lab, yakni kadar padatan tersuspensi, uji Chemical Oxygen Demand (COD), kadar oksigen terlarut, kadar nitrat, amoniak, dan kekeruhan air.
Dari seluruh pengujian, diperoleh fakta bahwa seluruhnya menunjukkan bahwa air sungai serayu melebihi batas ambang maksimum. Diduga kuat ikan mati karena seluruh penunjang kehidupan biota sungai itu melebihi batas ambang kemampuan bertahan.
“Yang pertama adalah padatan tersuspensi di Sungai Serayu, dari hasil uji itu, melebihi baku mutu ambang batas maksimum, yakni 50 miligram per liter,” katanya, Kamis malam (7/4).
Kemudian COD juga melebihi baku mutu. Ambang batas yakni 25 miligram per liter. Artinya hasil COD-nya melebihi ambang batas maksimum tersebut.
Dalam pengujian kadar oksigen terlarut, ditemukan fakta bahwa oksigen terlalut rendah sekali, yakni kurang dari 4 miligram per liter. Padahal ikan sangat membutuhkan oksigen.
“Kemudian kadar nitrat itu juga melebihi ambang batas, yakni 10 miligram per liter. Ambang batas amoniak, 0,25 miligram per liter. Kekeruhan, itu juga cukup tinggi, yakni 1267 miligram per liter,” ungkapnya.
Dari hasil itu, kemudian DLH melakukan penelusuran kemungkinan pencemaran industri atau lainnya. Akan tetapi, tidak diperoleh indikasi pencemaran. Dari informasi masyarakat, kemudian DLH melakukan penelusuran dan berkoordinasi dengan pihak Bendung Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Mrica, Banjarnegara.
Dari penelusuran itu, diperoleh fakta bahwa pada 1 dan 6 April 2022, petugas Bendung Mrica melakukan flushing atau pembuangan lumpur. Karena itu, kesimpulannya adalah flushing dilakukan tidak terkendali.
“Kemungkinan adanya pencemaran dari aktivitas usaha, atau kegiatan, tampaknya kami belum mendapatkan data. Jadi dari hasil koordinasi dengan petugas Bendung PLTA Mrica, Banjarnegara, memang pada saat itu, dilakukan flushing, pembuangan lumpur,” ungkap dia.
Junaedi menambahkan, seharusnya flushing dilakukan dengan mempertimbangkan berbagai aspek. Salah satunya yakni kemungkinan rusak atau musnahnya biota sungai akibat aktivitas flushing yang tak terkendali. Saat jutaan lumpur dialirkan tanpa dikendalikan ke Sungai Serayu, yang terjadi adalah ikan dan biota sungai lainnya terancam.
“Mungkin flushing-nya terlalu banyak, tidak dikendalikan sedikit-demi sedikit,”ucap dia.
Diketahui, fenomena kematian massal ikan terjadi di Sungai Serayu pada 1 dan 6 April 2022. Fenomena ini baru kali pertama terjadi di Sungai Serayu, antara Bendung Gerak Serayu (BGS) di Banyumas hingga Bendung PLTA Mrica Banjarnegara.