Jakarta, Gatra.com – Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan Direktur PT Eldin Citra, LGH, sebagai tersangka kasus dugaan korupsi Penyalahgunaan Fasilitas Kawasan Berikat pada Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara (Jakut) dan Tanjung Emas, Semarang, Jawa Tengah.
“Pada Kamis, 7 April 2022, Tim Penyidik pada Direktorat Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus kembali menetapkan satu orang tersangka,” kata Ketut Sumedana, Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung pada Kamis malam.
LGH ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Nomor: Print-20/F.2/Fd.2/04/2022 tanggal 07 April 2022 dan Surat Penetapan Tersangka Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Nomor: TAP-17/F.2/Fd.2/04/2022 tanggal 07 April 2022.
Sebelum ditetapkan sebagai tersangka Tim Penyidik Pidsus Kejagung mencari yang bersangkutan di Jakarta karena tidak memenuhi panggilan yang sudah disampaikan secara patut.
“Akhirnya, pada pukul 19.30 WIB, Tim Penyidik berhasil menemukan dan mengamankan LGH di Bandung berdasarkan Surat Perintah Penangkapan Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Nomor: Print-17/F.2/Fd.2/04/2022 tanggal 07 April 2022,” katanya.
Setelah ditangkap, LGH dibawa ke Jakarta untuk menjalani pemeriksaan atau kepentingan penyidikan. Setelah menjalani pemeriksaan, Tim Penyidik Pidsus menetapkan LGH sebagai tersangka.
Tim Jaksa Penyidik Pidsus Kejagung juga langsung menahan tersangka LGH di Rumah Tahanan (Rutan) Salemba Cabang Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan (Kejari Jaksel) terhitung sejak 7 April 2022 sampai dengan 26 April 2022.
LGH ditahan berdasarkan Surat Perintah Penahanan Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Nomor: Print-17/F.2/Fd.2/04/2022 tanggal 07 April 2022.
“Sebelum dilakukan penahanan, tersangka LGH telah dilakukan pemeriksaan kesehatan dan swab antigen dengan hasil dinyatakan sehat dan negatif Covid-19,” katanya.
Adapun peran tersangka LGH dalam kasus ini, dia yang mempunyai akses ke perusahaan atau pabrik tekstil di Cina menerima orderan bahan baku tekstil dari beberapa pembeli atau buyer di dalam negeri. Untuk mengimpor bahan baku tekstil, tersangka LGH mengunakan fasilitas Kawasan Berikat PT HGI dengan Direktur PS dan mendapatkan pembebasan bea masuk atau PDRI dan pajak lainnya atas importasi tekstil.
Tersangka LGH menginpor bahan baku tekstil dari Pelabuhan Tanjung Emas dan Tanjung Priok sejumlah 180 kontainer dari negara Cina. Bahan baku tekstil yang masuk Kawasan Berikat PT HGI tidak diproduksi dan tidak diekspor namun oleh tersangka LGH bersama dengan Pejabat Bea Cukai Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea Cukai (KPPBC) Semarang, IP dan MRP, serta Pejabat di Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Jawa Tengah dan DI Yogyakarta, H, kemudian dijual di dalam negeri.
Atas kerja sama tersebut, IP dan MRP menerima sejumlah uang dari LGH melalui PS setiap kontainernya sedangkan H menerima uang sebesar Rp2 miliar dari tersangka LGH melalui PS untuk pengurusan penyelesaian penegahan 2 kontainer dan kemudahan re-ekspor.
“Akibat prbuatan para tersangka tersebut mengakibatkan kerugian Negara yang besarannya masih dalam perhitungan tim penyidik dan ahli,” katanya.
Atas perbuatan tersebut, Kejagung menyangka LGH melanggar sangkaan kesatu primair, yakni Pasal 2 Ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Subsidiairnya, Pasal 3 juncto Pasal 18 UU Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Kemudian sangkaan Kedua Primair, yakni melanggar Pasal 5 Ayat (1) huruf a juncto Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Subsidiairnya, Pasal 5 Ayat (1) huruf b UU Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Lebih Subsidiair, Pasal 13 juncto Pasal 18 UU Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.