Kolombo, Gatra.com - Presiden Sri Lanka, Gotabaya Rajapaksa telah membentuk sebuah panel ahli untuk mengatur restrukturisasi utang, membebaskan negara itu dari krisis ekonomi yang telah memicu protes besar menuntut pengunduran dirinya.
Kelangkaan pasokan makanan dan bahan bakar, bersama dengan tingginya inflasi dan pemadaman listrik secara teratur, telah menimbulkan kesengsaraan yang meluas dalam penurunan paling menyakitkan di negara itu, sejak kemerdekaan dari Inggris pada tahun 1948.
Kantor Presiden Gotabaya Rajapaksa mengatakan pada Rabu malam (6 April) bahwa panel penasehat yang beranggotakan tiga orang, telah ditugaskan untuk mengarahkan Sri Lanka melalui "pemulihan yang berkelanjutan dan inklusif".
Pemerintahnya sedang mempersiapkan negosiasi bailout dengan Dana Moneter Internasional (IMF), dan pejabat kementerian keuangan mengatakan kepada AFP bahwa sedang disiapkan program bagi pemegang obligasi negara dan memotong kreditur lainnya.
"Apa yang ingin dilakukan Sri Lanka adalah menghindari default yang sulit," kata seorang sumber dari kementerian, tanpa menyebut identitasnya, kepada AFP, Kamis (7/4).
"Ini akan menjadi restrukturisasi utang yang dinegosiasikan dengan bantuan IMF," tambahnya.
Ketua Parlemen Mahinda Yapa Abeywardana memperingatkan pada hari Rabu bahwa krisis ekonomi dapat menyebabkan kelaparan, jika tidak ditangani dalam waktu seminggu.
Pertemuan dengan IMF akan dimulai minggu depan kendati Menteri Keuangan Basil Rajapaksa - saudara presiden - mengundurkan diri pada Minggu malam bersama dengan hampir seluruh kabinet.
Kemarahan publik memuncak, ketika massa yang berusaha menyerbu rumah beberapa tokoh pemerintah dan menuntut pengunduran diri Presiden Rajapaksa.
Pasukan keamanan membubarkan protes dengan gas air mata, meriam air dan peluru karet, dan puluhan orang telah ditangkap - banyak yang mengatakan mereka disiksa dalam tahanan polisi.
Partai-partai oposisi menolak tawaran presiden untuk membentuk pemerintahan persatuan dan bergabung dengan massa menyerukan Presiden mundur.
Kepala Pemerintahan Whip dan Menteri Jalan Raya Johnston Fernando menegaskan pada hari Kamis bahwa Rajapaksa akan tetap akan menjabat dan memimpin negara keluar dari krisis.
Pemerintah telah kehilangan mayoritas di parlemen meski sejauh ini tidak ada sinyal yang jelas bahwa legislator oposisi akan menerapkan mosi tidak percaya untuk menggulingkan pemerintahan.
Kekurangan mata uang asing yang kritis telah membuat Sri Lanka terpaksa mengimpor barang-barang penting. Selain itu hantaman pandemi yang merusak pendapatan vital dari pariwisata serta pengiriman uang.
Lembaga pemeringkat telah memperingatkan potensi gagal bayar utang luar negeri Sri Lanka senilai US$51 miliar, dan pihak berwenang tidak dapat meningkatkan lebih banyak pinjaman komersial karena penurunan peringkat kredit.
Para ekonom mengatakan krisis telah diperburuk akibat pemerintah salah urus, akumulasi pinjaman selama bertahun-tahun dan pemotongan pajak yang tidak jelas.