Jakarta, Gatra.com – Hampir seluruh aspek kehidupan manusia tidak dapat dipisahkan dari peran energi. Pekerjaan, hiburan, bahkan proses belajar saat ini sangat bergantung dari hal ini. Dalam lingkup luas energi juga berperan penting dalam pembangunan nasional, yang mencakup aspek-aspek sosial, ekonomi, dan pendorong utama berkembangnya sektor industri.
Untuk memenuhi kebutuhan energi yang tinggi, pemerintah berupaya memberikan fasilitas yang mendukung usaha sektor minyak dan gas (Migas) sebagai salah satu sumber energi utama, serta fasilitas terhadap pengusahaan panas bumi sebagai Energi Baru Terbarukan (EBT). Dalam hal ini, apa peran Bea Cukai dalam mendukung pemerintah?
Industri hulu migas merupakan salah satu sektor industri yang sangat krusial dalam menopang perekonomian negara, karena menjadi salah satu sumber utama Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNPB) yang mendukung realisasi APBN 2021. Hingga 31 Januari 2022, kontribusi pendapatan Sumber Daya Alam (SDA) terutama dari sektor migas tumbuh secara signifikan dengan realisasi pendapatan sebesar Rp8,76 triliun atau tumbuh sebesar 139,23 persen jauh lebih tinggi dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya.
Di lain sisi, panas bumi menjadi energi alternatif yang saat ini menjadi perhatian pemerintah, mengingat potensi besarnya sebagai pemasok kebutuhan EBT yang dapat dimanfaatkan untuk menopang kemandirian energi nasional, serta menjadi sumber alternatif energi yang ramah lingkungan. Hal ini sangat berpotensi untuk diwujudkan, mengingat Indonesia memiliki sumber daya panas bumi yang berlimpah, dengan jajaran gunung berapi yang terkenal dengan istilah Ring of Fire. Namun perlu diketahui, saat ini pemanfaatan energi ini baru 7 persen dari potensi yang ada.
Bea Cukai sebagai government agency yang memiliki tugas menjadi trade facilitator dan industrial assistance berupaya membantu dan menciptakan lingkungan yang kondusif untuk investasi dan produksi migas dan panas bumi. Hal ini diwujudkan melalui pemberian fasilitas fiskal atas kegiatan usaha hulu migas yang dituangkan dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) nomor 217 Tahun 2019, dan fasilitas fiskal atas kegiatan pengusahaan panas bumi yang dituangkan dalam PMK nomor 218 Tahun 2019 yang telah berlaku sejak Maret 2020.
Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa Bea Cukai, Nirwala Dwi Heryanto menjelaskan bahwa terhadap kegiatan hulu migas dan pengusahaan panas bumi akan mendapatkan fasilitas seperti pembebasan bea masuk, termasuk bea masuk anti dumping, imbalan, dan pengamanan, serta tidak dipungutnya pajak dalam rangka impor berupa PPN, atau PPN dan PPnBM, dan/atau PPh Pasal 22.
“Untuk detailnya tertuang dalam PMK 217 dan 218 Tahun 2019,” imbuhnya.
Sepanjang tahun 2021, terdapat total 1623 pengajuan permohonan oleh kontraktor kontrak kerja sama (KKKS). Atas permohonan tersebut kami berhasil memberikan fasilitas fiskal kepada usaha sektor migas dan pengusahaan panas bumi dengan total nilai impor sebesar US$ 1,6 miliar.
“Total pembebasan bea masuk sebesar Rp369.352.760.606 untuk sektor migas, dan sebesar Rp29.780.610.001 untuk sektor pengusahaan panas bumi,” terang Nirwala.
Mendukung fasilitas fiskal tersebut, Bea Cukai turut memberikan berbagai inovasi dalam percepatan pelayanan. Di antaranya dengan melakukan pelimpahan wewenang pemberian fasilitas kepada Kepala Kantor Wilayah dan Kantor Pelayanan Utama (KPU) Bea Cukai yang mengawasi wilayah kerja, pengajuan permohonan fasilitas pembebasan dilakukan secara elektronik melalui Sistem INSW (SINSW), serta pengembangan aplikasi Sistem Otomasi Fasilitas Kepabeanan (SOFast) yang mampu mempersingkat janji layanan penerbitan Keputusan Menteri Keuangan (KMK) fasilitas dari semula lima hari kerja menjadi lima jam kerja.
Nirwala menjelaskan bahwa SOFast merupakan aplikasi yang dikembangkan oleh Direktorat Fasilitas Kepabeanan Bea Cukai bekerja sama dengan Direktorat Informasi Kepabeanan dan Cukai (IKC) untuk mempermudah proses penerbitan KMK fasilitas hulu migas oleh Kanwil atau KPU Bea Cukai. SOFast secara otomatis menarik data permohonan dari sistem INSW dan melakukan penggabungan KMK fasilitas. Selanjutnya akan disetujui oleh Kepala Kanwil atau KPU Bea Cukai secara elektronik, dan diberikan penomoran secara otomatis. KMK kemudian dikirim secara elektronik ke sistem INSW untuk dapat diakses oleh KKKS.
Pemberian fasilitas ini dapat dianggap sebagai investasi yang dilakukan pemerintah Indonesia. Dengan harapan akan memperoleh return on investment (RoI) atau keuntungan, berupa peningkatan jumlah investor di bidang industri hulu migas dan panas bumi, sehingga dapat menunjang ketahanan energi nasional, meningkatnya ekspor minyak dan gas bumi untuk menunjang devisa nasional, serta meningkatnya penerimaan negara. “Apresiasipun patut diberikan kepada para stakeholders atas dorongan dan upaya investasi usaha di sektor migas dan panas bumi di Indonesia melalui kepatuhan di bidang kepabeanan selama ini,” ujar Nirwala.
Di samping itu, adanya fasilitas ini akan menambah pembangunan infrastruktur pada wilayah kerja pertambangan, seperti jalan dan pelabuhan, meningkatkan pembayaran pajak daerah untuk menunjang penerimaan APBD melalui Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), dan meningkatkan perekonomian dan kesejahteraan masyarakat di sekitar wilayah kerja pertambangan melalui program Corporate Social Responsibility (CSR) yang dilakukan oleh KKKS.
“Industri migas dan panas bumi merupakan industri padat modal (high cost), padat teknologi (high technology), dan padat risiko (high risk). Namun, pemerintah melalui Bea Cukai senantiasa melakukan inovasi dalam memberikan pelayanan yang terbaik serta kemudahan-kemudahan bagi para pelaku usaha di bidang industri ini. Semoga dapat bermanfaat dalam menunjang ketahanan energi, serta mendorong pertumbuhan ekonomi nasional,” tutup Nirwala.
Situs web: www.beacukai.go.id
Facebook: https://www.facebook.com/beacukairi/
Twitter: https://twitter.com/beacukaiRI
Instagram: https://www.instagram.com/beacukaiRI/
Youtube : https://www.youtube.com/beacukaiRI