Jakarta, Gatra.com – Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) meminta Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta membatalkan pelimpahan penanganan perkara ekspor minyak goreng kemasan kepada Bea dan Cukai. Ekspor tersebut diduga dilakukan PT AMJ dkk.
“Saya sebetulnya berharap ini tidak jadi dilimpahkan ke Bea Cukai dan dilakukan pendalaman yang lebih serius,” kata Boyamin Saiman, Koordinator MAKI pada Kamis (7/4).
Boyamin menilai keputusan Kejati DKI Jakarta melimpahkan perkara ekspor minyak goreng kemasan ke sejumlah negara kepada Bea Cukai dengan alasan tidak ditemukan unsur tindak pidana korupsi adalah terlalu dini.
“Menyayangkan Kejati DKI Jakarta yang gampang menyerah sehingga dengan gampang dan cepatnya ini hanya satu bulan, kemudian sudah dinyatakan tidak ada korupsi dan dilimpakan kepada Bea Cukai,” ujarnya.
Mestinya, lanjut Boyamin, penyelidik Kejati benar-benar mendalaminya setidaknya selama 6 bulan untuk memastikan apakah pelolosan ekspor minyak goreng dalam kemasan tersebut benar-benar hanya merupakan tindak pidana kepabeanan.
Boyamin mengaku heran karena dalam waktu relatif singkat sudah dinyatakan tidak ada unsur tindak pidana korupsinya. Padadal ada beberapa hal yang perlu didalami lebih detail, yakni soal mengapa puluhan kontainer minyak goreng kemasan itu bisa lolos untuk diekspor.
“Setidaknya ada dugaan suap dan sebagainya, gratifikasi. Ini mestinya dilacak dahulu. Kalau nanti dengan alat elektronik penyadapan yang sekarang mempunyai kewenangan penyadapan tidak ditemukan, ya baru diserahkan kepada Bea Cukai,” ujarnya.
Pelolosan dengan modus dalam dokumen ekspor dicantumkan yang diekspor itu adalah sayuran menjadi tanda tanya. Pasalnya, puluhan kontainer yang digunakan adalah kontainer biasa. Sedangkan untuk ekspor sayuran harus menggunakan kontainer berpendingin.
“Kenyataannya kontainer biasa. Itu patut dicurigai, sehingga dibongkar sebelum dibiarkan lolos. Jadi dengan adanya 24 kontainer itu, yang 23 kan sudah lolos,” katanya.
Pelolosan ini bisa jadi karena adanya sogokan atau suap dari pihak eksportir kepada oknum aparat yang berwenang sehingga mereka membiarkan minyak goreng dalam kemasan itu tetap bisa diekspor.
“Mestinya Kejati DKI Jakarta lebih giat lagi dan melakukan langkah-langkah strategis, termasuk mengejar alat bukti elektronik,” katanya.
Boyamin lebih lanjut menyampaikan, setidaknya Kejati DKI Jakarta bisa memakai delik omisi untuk menjerat pihak yang diduga meloloskan ekspor minyak goreng dalam kemasan tersebut.
“Delik omisi kan mestinya pejabat melakukan tugasnya tetapi tidak melakukannya. Ini bisa dianggap delik penyertaan atau membantu setidaknya. jadi delik omisi itu orang yang seharusnya melakukan pengawasan, tapi tidak melakukannya,” ujar dia.
Delik omisi ini bisa diterapkan karena kamuflase menyamarkan ekspor minyak goreng dalam kemasan dengan mencantumkan sayuran dalam dokumen ekspor sangat enteng dibacanya.
“Kalau sayuran itu pakai kontainer preezer sehingga sayuran tidak busuk, kerana ke Hong Kong butuh waktu minimal 3 hari. Jadi kalau itu sayuran meskinya pakai kontainer preezer. Tapi kan kenyataannya kontainer biasa. Itu patut dicurigai,” ujarnya.
“Makanya ini harus didalami dengan istilah delik omisi karena dibiarkan lolos. Menurut saya ini gampang, harusnya tidak lolos,” ujarnya.