Purworejo, Gatra.com - Menurut sejarahnya, beduk sebenarnya berasal dari India dan Cina. Berdasarkan legenda Cheng Ho dari Cina, ketika Laksamana Cheng Ho datang ke Semarang, mereka disambut baik oleh Raja Jawa pada masa itu. Kemudian, ketika Cheng Ho hendak pergi, dan hendak memberikan hadiah, raja dari Semarang mengatakan bahwa dirinya hanya ingin mendengarkan suara beduk dari masjid.
Sejak itulah, beduk kemudian menjadi bagian dari masjid, seperti di negara Cina, Korea dan Jepang, yang memosisikan beduk di kuil-kuil sebagai alat komunikasi ritual keagamaan. Generasi masa kini mungkin belum banyak yang tahu bahwa beduk terbesar di dunia berada di Masjid Darul Muttaqin atau Masjid Agung Purworejo.
Beduk bernama Kyai Bagelen ini memiliki ukuran garis tengah atau diameter bagian depan sepanjang 1,94 meter. Diameter beduk bagian belakang 1,8 meter, lebih kecil dari diameter bagian depannya. Panjang garis tengah bagian belakang 1,8 meter.
Beduk yang dikenal juga sebagai Beduk Pendowo ini memiliki panjang 2,92 meter dengan ukuran keliling belakang 5,64 meter. Diameter bagian tengah bedug 1,94 meter. Sedangkan gendang beduk terbuat dari lulang (kulit) sapi. Untuk paku penambat lulang bagian depan sebanyak 120 paku dan bagian belakang sebanyak 98 buah.
Beduk ini menjadi daya tarik para wisatawan yang berkunjung ke Purworejo. Konon, jika bisa mengukur lebar beduk bagian depan dengan dua rentangan tangan, maka orang itu akan dikabulkan keinginannya.
Beduk dan Masjid ini merupakan saksi sejarah syiar Agama Islam di Purworejo. Penggagas pembangunan Masjid Agung dan beduk terbesar ini adalah Bupati Purworejo pertama, RA Tjokronegoro pada tahun 1834.
Beduk berusia dua abad ini dijuluki beduk Pendowo karena kayu jati yang digunakan bercabang lima diambil dari Dusun Pendowo, Desa Bragolan, Kecamatan Purwodadi, Kabupaten Purworejo.
"Beduk Pendowo dibuat sesudah perang Diponegoro. Jadi kisahnya dulu pada waktu perang Diponegoro, karena membantu Belanda maka Bupati Tjokronegoro dijadikan bupati Purworejo untuk membangun Purworejo. Purworejo dijadikan Kadipaten, dibangun alun-alun, rumah bupati (rumah dinas bupati) di sebelah utara, lalu Gereja Protestan (sebelah timur alun-alun) dan kantor bupati di sebelah selatan alun-alun. Sedangkan Masjid Agung berada di sisi barat alun-alun," jelas Katobi, Takmir Masjid Darul Muttaqin, Rabu (6/4).
Dulu sebelum ada pengeras suara, lanjut Katobi, beduk itu sebagai tanda waktu salat. "Tapi sekarang Beduk Pendowo termasuk aset cagar budaya, maka hanya ditabuh saat malam Jumat dan pada hari-hari besar Agama Islam. Saat peringatan detik-detik Proklamasi juga ditabuh," jelas Katobi.
Meskipun telah berusia dua abad, tapi lulang (kulit) sapi yang berfungsi sebagai gendang depan bedug masih utuh. Lulang bagian belakang sudah ganti tiga kali karena menjadi bagian yang sering ditabuh. Tinggi beduk ini juga tak bisa digapai oleh orang. Sekarang beduk juga dipagar agar tidak bisa didekati wisatawan sehingga terjaga kelesatariannya. Karena jika harus mengganti lulang beduk saat ini tak ada yang sama kualitasnya.