Jakarta, Gatra.com - Indonesia Corruption Watch (ICW) hari ini (30/3) mengirimkan surat permintaan informasi publik kepada Kementerian Koordinator Bidang Kemaritaman dan Investasi yang dikomandoi oleh Luhut Binsar Pandjaitan.
ICW mendesak Luhut agar segera membuka informasi publik berupa big data pengguna internet yang mendukung penundaan pemilihan umum tahun 2024. Desakan ini didasarkan pada ketentuan dalam Pasal 11 ayat (1) huruf f UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP).
“Pernyataan Luhut yang disampaikan dalam pertemuan yang terbuka untuk umum, dikategorikan oleh undang-undang sebagai informasi publik yang wajib disediakan setiap saat. Sehingga jelas, tidak ada alasan bagi Luhut untuk menolak membuka big data yang disampaikan,” kata peneliti ICW Kurnia Ramadhana.
ICW mempertanyakan apa kapasitas Luhut menyampaikan tentang Big Data tersebut. Sebab, berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 92 Tahun 2019 tentang Kementerian Koordinator Bidang Maritim dan Investasi (Kemenkomarves), Luhut tidak diminta untuk mengurusi perihal kepemiluan. Selain itu, pada tanggal 15 Maret 2022 lalu, Juru Bicara Kemenkomarves, Jodi Mahardi, juga menyampaikan bahwa big data yang disampaikan oleh Luhut dikelola secara internal.
“Dari sini, muncul pertanyaan lanjutan, misalnya, apa yang dimaksud dengan internal? Apakah pemaknaannya diarahkan kepada Kemenkomarves? Jika iya, apa landasan hukum yang membenarkan pengelolaan big data perihal rencana penundaan Pemilu 2024 dilakukan oleh kementerian tersebut?,” tanya ICW.
Selain itu validitas metode pengelolaan dan pengambilan responden big data tersebut juga dipertanyakan. Sebab, mengacu pada rekaman siniar, Luhut tidak menjelaskannya secara utuh. Hal tersebut terindikasi janggal, sebab, data Luhut bertolak belakang dengan temuan sejumlah lembaga survei yang kredibel.
“Misalnya, Lembaga Survei Indonesia (LSI) yang pada awal Maret lalu mengemukakan data bahwa 70% responden menolak penundaan pemilu. Selain itu, Lembaga Survei Nasional (LSN) dan Litbang Kompas juga menyebut poin serupa dengan persentase 68,1% dan 62,3%,” ujar Kurnia.