Karo, Gatra.com – Pencatatan Hak Cipta di Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) hanya butuh waktu selama 10 menit. Hal ini disampaikan Staf Khusus Menteri Hukum dan HAM (Menkumham), Bane Raja Manalu, dalam diskusi bertemakan "Perlindungan Hukum Terhadap Karya Seni" di Berastagi, Kabupaten Karo, Sumatera Utara, akhir pekan ini.
Menurutnya, pencipta suatu karya perlu mencatatkan atau mendaftarkan hasil karyanya ke Kemenkumham agar karya yang diciptakan bisa mendapat perlindungan hukum dari negara.
"Apalagi sekarang Bapak Yasonna Laoly terus melakukan perbaikan dalam bidang birokrasi digital di Kemenkumham. Dahulunya pencatatan hak cipta itu memerlukan proses dua hari lebih, tetapi sekarang hanya 10 menit sudah selesai," kata Bane.
Waktu 10 menit berlaku setelah pendaftar melengkapi syaratnya. Misalnya, surat yang membuktikan bahwa karya itu miliknya. Setelah data lengkap dan membayar Rp250 ribu, langsung keluar sertifikat.
Bane menjelaskan, salah satu program unggulan di Kemenkumham tahun ini, yakni Pencatatan Otomatis Hak Cipta (POPHC). Ada proses otomatis pencatatan di segala hal yang disebut hak cipta.
Menurut Bane, dengan mencatatkan hak ciptanya, maka seorang pencipta berhak mendapat perlindungan dari negara. Tetapi umumnya yang namanya pencatatan hak cipta, itu tidak langsung mendapatkan dampak ekonomis.
Sedangkan pendaftaran hak cipta semisal karya musik, menciptakan lagu atau lainnya, kemudian digunakan baik secara individu maupun institusi maka berdampak ekonomi langsung, kalau tujuannya komersil.
Alumnus Universitas Indonesia (UI) ini melanjutkan, hak cipta itu adalah hak ekslusif pencipta yang timbul secara otomatis setelah karya diwujudkan dalam bentuk nyata dan dipublikasikan.
"Berwujud dahulu baru bisa kita klaim punya kita. Yang mewujudkan itulah pemilik hak ciptanya. Bagi saya, ide tak bernilai atau sama dengan nol jika tidak diwujudkan, yang mahal itu adalah eksekusinya," ucap pria yang dibesarkan di Kota Pematangsiantar itu.
Bane menambahkan bahwa hak cipta ada jangka berlakunya. Pertama seumur hidup plus 70 tahun. Maksudnya adalah seumur hidup si pencipta karya ditambah 70 tahun ke depannya. Berarti generasinya masih mendapat manfaat ekonomi atas hak cipta tadi. Contohnya hak karya pencipta buku, lagu atau musik, lukisan, tari, drama, dan karya-karya sejenisnya.
Kedua, ujar dia, ada perlindungan selama 50 tahun ke depan sejak karya tersebut dipublikasikan. Contohnya adalah karya fotografer. Lalu ada yang berusia 25 tahun sejak dipublikasikan. Itu contohnya karya-karya seni terapan.