Tegal, Gatra.com - Ratusan massa menggeruduk kantor Pemerintah Kota (Pemkot) Tegal, Jawa Tengah dan menggelar demonstrasi memprotes sejumlah kebijakan wali kota Dedy Yon Supriyono, Rabu (23/3). Demo yang sempat diwarnai kericuhan itu juga menyuarakan agar Dedy turun dari jabatannya.
Massa yang menggelar demo terdiri dari PKL, pemilik toko di kawasan alun-alun dan Jalan Pancasila, aktivis LSM, serta mahasiswa. Mereka datang sekitar pukul 10.00 WIB dan berorasi di depan gerbang Balai Kota Tegal yang ditutup rapat serta dijaga polisi dan Satpol PP. Sesekali massa juga meminta wali kota untuk datang menemui.
Selain bergantian berorasi, massa juga membentangkan sejumlah poster dan spanduk berisi protes dan tuntutan, antara lain "Bongkar Portal", "Batalkan City Walk Jalan Ahmad Yani", dan "Turunkan Wali Kota!!!". Tampak juga keranda mayat yang dibawa peserta demo.
Kericuhan sempat terjadi sekitar satu jam setelah demo berlangsung. Beberapa pendemo terlibat saling dorong dan pukul dengan sejumlah orang diduga anggota sebuah organisasi mayarakat (ormas). Untungnya, kericuhan itu tak berlangsung lama karena langsung dilerai polisi, Satpol PP dan pendemo yang lain.
Koordinator aksi, Edi Bongkar mengatakan, demo digelar menuntut sejumlah hal kepada pemkot. Salah satunya adalah pembongkaran portal yang dipasang di sekitar kawasan alun-alun dan Jalan Pancasila.
"Sesuai hasil rapat dengar pendapat dengan DPRD beberapa waktu lalu, portal harus dibongkar bukan dibuka tutup," ujarnya.
Menurut Edi, pemasangan portal yang digunakan untuk membatasi akses ke kawasan alun-alun dan Jalan Pancasila itu merugikan para pemilik toko dan PKL karena sepi pembeli. Kerugian yang dialami selama portal dipasang mencapai puluhan miliar.
"Kebijakan penutupan jalan dengan portal juga tidak ada dasar hukumnya dan ijin dari polisi. Sesuai Perkap (peraturan kapolri), itu harus ijin kepolisian," ujarnya.
Tuntutan lainnya, Edi melanjutkan, yakni Pemkot harus mengembalikan para PKL yang digusur karena adanya proyek-proyek pembangunan ke tempat berjualan semula. Sebab, pemkot melakukan penggusuran tanpa menyediakan tempat relokasi hingga membuat nasib para PKL tidak jelas.
"PKL digusur tanpa ada relokasi. Itu artinya Pemkot melanggar perdanya sendiri, yaitu Perda Nomor 3 Tahun 2008. Pemkot menandang PKL sebagai benalu, merusak pemandangan. Ini salah kaprah. PKL ini pekerja informal dengan keterbatasan SDM, tapi mereka bisa berdikari tanpa meminta pekerjaan kepada Pemkot," ujarnya.
Edi mengatakan ketua Organisasi Pedagang Eks Taman Poci (Orpeta), demo digelar bertepatan dengan tiga tahun Dedy Yon menjabat wali kota. Selama tiga tahun kepemimpinannya, kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan dinilai Edi banyak yang menyengsarakan masyarakat, terutama masyarakat kecil.
"Jadi tuntutan ketiga, karena masyarakat Kota Tegal sudah muak dengan kebijakan-kebijakan yang arogan dan sewenang-wenang maka Gerakan Tegal Bersatu menghendaki wali kota mundur atau turun saja," tandasnya.
Disinggung kericuhan yang sempat terjadi, Edi menduga ada pihak yang sengaja memprovokasi agar terjadi tindakan anarki.
"Tadi memang terjadi gesekan antara peserta aksi dengan orang-orang pemkot. Ada penyusup yang coba mengacaukan aksi damai ini. Jadi kita meminimalisir, agar tidak anarkis karena ini aksi damai dan ada pemberitahuan ke kepolisian," jelasnya.
Wali Kota Tegal Dedy Yon Supriyono tidak terlihat menemui massa. Dedy disebut sedang berada di luar kota.
Massa hanya ditemui Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (DPUPR) Sugiyanto. Dia mengaku akan menyampaikan aspirasi massa ke wali kota.
Mendapat jawaban itu, massa tampak tidak puas, namun tetap membubarkan diri. Mereka berencana kembali menggelar demonstrasi dengan massa lebih banyak.