Siak, Gatra.com- Mantan Ketua Pengadilan Negeri (PN) Siak Rozza El Afrina dilaporkan ke Dirjen Badan Peradilan Umum Mahkamah Agung (MA) RI oleh Direktur PT Karya Dayun, Muhammad Dasrin.
Rozza dilaporkan lantaran masih mengeluarkan surat kebijakan untuk mengeksekusi lahan warga yang dikelola PT Karya Dayun di Siak. Padahal, dia sudah dimutasi ke PN Sukoharjo, Jawa Tengah.
"Dalam surat yang kita laporkan, kita juga melampirkan bukti hasil TPM tanggal 27 Desember 2021. Kemudian perihal surat kami, mohon informasi atau perlindungan hukum atas hasil TPM 27 Desember 2021 atas nama Rozza El Afrina menjadi hakim PN Sukoharjo," kata Dasrin kepada wartawan, Minggu (20/3).
Dasrin menjelaskan, PN Siak melalui Rozza El Afrina terkesan memaksakan diri untuk melakukan proses eksekusi terhadap lahan yang dikelola PT Karya Dayun. Padahal Rozza telah mengetahui objek eksekusi adalah milik pihak ketiga, di antaranya sebagian telah terdaftar sebagai perkara berupa upaya hukum luar biasa dari para pemegang hak.
"Ini tentunya akan disusul oleh pemilik -pemilik lain sebagai pemegang sertifikat, yaitu dengan cara menetapkan sendiri jadwal eksekusi dan meminta kepada Polres Siak untuk mengamankan proses tersebut," kata Dasrin.
Indikasi pemaksaan kehendak untuk melaksanakan eksekusi ini, terang Dasrin, dilakukan tanpa melihat aturan dan norma yang berlaku.
Sebab, berdasarkan pengumuman resmi dari Dirjen Badan Peradilan Umum yang dikutip dari situs MA RI yang dipublish pada 27 Desember 2021 Rozza El Afrina telah dimutasi sebagai hakim di PN Sukoharjo.
Akan tetapi sampai dengan 16 Maret 2022, Rozza El Afrina masih mengeluarkan kebijakan atau tugas berupa surat Nomor W.4.Ui3/695/HK.01/III/2022 perihal sebagai tanggapan dari Surat Kapolres Siak Nomor B/472/III/IPP.2.2.10/2022/Satintelkam tanggal 16 Maret 2022 Perihal Permohonan koordinasi dan permintaan data konstatering.
"Berdasarkan surat dari Kapolres Siak yang ditujukan kepada Ketua PN Siak tersebut yang mempertanyakan data objek eksekusi justru sebaliknya di dalam surat balasan Buk Rozza El Afrina justru mempertanyakan data tersebut kembali. Inikan aneh," kata dia.
Menurut Dasrin, sebagai pihak pelaksana eksekusi seharusnya Rozza El Afrina yang memberikan data kepada pihak yang dimohonkan pengamanan.
Rozza El Afrina telah dimutasi sejak 27 Desember 2021 atau setidak-tidaknya sesuai informasi yang diperoleh 1 bulan setelah diberikan SK yang bersangkutan mesti telah bertugas di tempat baru. Karena itu menurut Dasrin, kuat dugaan apabila yang bersangkutan masih campur tangan atas tugas-tugasnya yang harus ditinggalkan di tempat tugas lama.
"Tentu kami khawatir keputusan atau kebijakannya tersebut tidak melalui pertimbangan yang matang dan hanya mengejar target tugas selesai atau terkesan yang bersangkutan dipaksa oleh pemohon eksekusi dengan berbagai sebab, sehingga berkemungkinan akan menimbulkan kerugian kepada pihak ketiga tereksekusi yang objek kebunnya dikelola oleh PT Karya Dayun," jelas Dasrin.
Dasrin meminta Mahkamah Agung RI memberikan teguran dan atau sanksi kepada Rozza El Afrina agar segera melaksanakan tugas di tempatnya yang baru.
Dasrin juga memohon perlindungan hukum kepada Mahkamah Agung RI agar apabila ada pengganti dari Ketua PN Siak tersebut dapat berhati-hati sebelum melaksanakan suatu putusan yang telah berkekuatan hukum.
Setidak-tidaknya memberikan kesempatan kepada pihak ketiga yang lahannya terkena objek eksekusi untuk mengajukan upaya hukum yang tersedia dengan menunggu sampai berkekuatan hukum tetap, kata dia.
Sebelumnya, Dasrin menjelaskan, PT Karya Dayun adalah pengelola lahan masyarakat seluas 1.261 hektare. Lahan yang sudah tertanami kelapa sawit itu satu hamparan di daerah Kabupaten Siak.
Lahan tersebut saat ini juga tertanggung pemasang Hak tanggungan kepada PT. Bank Mestika Dharma. Tbk atas lahan tersebut yang terdiri dari 23 orang pemegang hak milik dari 643 Sertifikat Hak Milik. Lahan tersebut terletak di KM 8 Desa Dayun kecamatan Dayun, Kabupaten Siak.
Keseluruhan lahan yang dikelola oleh PT Karya Dayun tersebut adalah lahan masyarakat dengan titel Hak Milik yang dikeluarkan oleh Kantor Pertanahan Kabupaten Siak, kata dia.
Setelah lahan yang dikelola oleh PT Karya Dayun tersebut menjadi lahan kebun sawit seluruhnya, pada 2013 mendapat gugatan dari PT Duta Swakarya Indah (DSI) ke PN Siak. Digugatnya PT Karya Dayun itu tanpa melibatkan atau menjadikan sebagai pihak pemilik asal lahan tersebut, yang terdiri dari 23 orang pemegang hak milik dari 643 Sertifikat Hak Milik. Sehingga perkara tersebut ( vide perkara Nomor 07/Pdt-G/2012/PN Siak tanggal tanggal 26 Desember 2012 jo Perkara Nomor 59/PDT/2013/PTR jo perkara No.2848 K/PDt/2013 jo Perkara PK Nomor 158 PK/PDT/2015 ) dengan dalil PT DSI adalah pemegang izin berdasarkan SK Mentri Kehutanan berupa Izin Pelepasan Kawasan Hutan Nomor 17/Kpts-II/1998 tanggal 6 Januari 1998.
Demikian juga di dalam amar putusan PK Nomor 158 PK/PDT/2015 hanya menegaskan PT DSI sebagai pemegang izin berdasarkan SK Izin Pelepasan Kawasan Hutan Nomor 17/Kpts-II/1998 tanggal 6 Januari 1998 dan menyatakan tidak sah segala alas hak di atas lahan yang dikelola oleh PT Karya Dayun seluas kurang lebih 1300 ha.
Akan tetapi, amar putusan tidak secara spesifik/terperinci menegaskan alas hak mana berupa sertifikat dan dengan nomor serta siapa pemilik yang sah dari sertifikat itu. Sehingga amar putusan tersebut sebenarnya tidak layak untuk dieksekuis (non eksekutabel).
"Sepengetahuan saya selaku Direktur PT Karya Dayun, meskipun pemegang hak sebagai pemilik lahan yang kami kelola yang terdiri dari 23 orang pemegang hak milik dari 643 Sertifikat Hak Milik, guna menghormati putusan Pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap tersebut sebagian dari mereka pemilik mengajukan upaya hukum gugatan dan atau bantahan ke PN Siak sejak tahun 2016 yang lalu," kata dia.
Dasrin menambahkan, berdasarkan gugatan Jimmy, bantahan Kobrin, bantahan Steven Loren dan bantahan Chero telah diketahui gugatan perkara ditolak. Namun dari semua perkara yang diajukan, tidak ada satupun sertifikat atas nama pemilik asal baik atas nama Jimmy, Kobrin, Steven Loren dan Chero yang dinyatakan batal oleh Pengadilan.
"Sehingga sampai saat ini semua sertifikat yang mengajukan verzet tersebut tetap sah secara hukum," tutup Dasrin.
Sementara itu Rozza El Afrina tidak menjawab konfirmasi yang dilayangkan sebelum berita ini diterbitkan. Pesan singkat masuk namun belum ada balasan, sedangkan panggilan telepon tidak bisa masuk.