Yogyakarta, Gatra.com – Sebagai mantan wartawan, Wakil Wali Kota Yogyakarta Heroe Poerwadi menyebut kehidupan sebagai wartawan itu setiap harinya tidak selalu sama. Wartawan harus terus belajar dan mampu menjadi obor penerang bagi masyarakat di era media sosial (medsos).
Hal ini disampaikan Heroe saat membuka Karya Latih Wartawan (KLW) yang diselenggarakan oleh Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Daerah Istimewa Yogyakarta, Sabtu (19/3) di gedung PWI.
“Wartawan harus menjadi obor penerang kehidupan masyarakat di tengah derasnya banjir informasi. Sekarang masyarakat tidak melek karena bingung menentukan mana informasi yang benar mana yang tidak. Semua versi muncul semua,” kata Heroe.
Sebagai mantan wartawan majalah Editor dan pengajar ilmu komunikasi, Heroe melihat tantangan yang dihadapi media massa saat ini. Lantaran berlomba dengan kecepatan, menurut dia eksklusivitas dalam pemberitaan semakin berkurang.
Ia mengibaratkan pemberitaan media online layaknya makan kuaci. Semua disajikan satu per satu pada waktu yang berbeda. Dengan begitu, masyarakat tak mendapat kedalaman dan manfaat berita.
“Di era medsos ini, wartawan harus melihat fakta jika tidak ingin terjebak. Boleh memanfaatkan unggahan dari medsos sebagai bahan berita, tapi harus diverifikasi ke pengunggahnya,” papar Heroe.
Tanpa konfirmasi ke pengunggah, ia menilai kredibilitas seorang wartawan akan turun. Konfirmasi, verifikasi, dan kroscek data menurutnya adalah marwah dunia jurnalistik.
Di medsos, kata Heroe, sekarang ini semua orang bisa menulis, memotret, dan menayangkan semaunya. Padahal hal ini tidak bisa dilakukan di lembaga media massa. Fakta harus ditemukan dan disampaikan dengan benar.
"Jika tidak, maka pemberitaan akan terframing. Kita tidak boleh mengedepankan pendapat orang. Harus bisa membedakan fakta dan opini. Jika sekarang wartawan bisa dipermainkan lewat omongan orang, maka pemberitaan yang disampaikan tidak menyentuh dagingnya,” ujar Heroe.
Untuk itu, wartawan harus bisa menyajikan informasi untuk menjadi pedoman atas suatu kejadian. Dengan melihat kenyataan, wartawan pun tidak akan kehilangan orientasi. Sedangkan di medsos, setiap orang mampu membangun realitas yang berbeda dari kenyataan.
“Menjadi wartawan itu harus betul-betul menghayati dunia. Kehidupannya tidak ada jenuhnya karena akan selalu menemukan dan belajar banyak hal baru,” ucapnya.
Ketua PWI DIY periode 2020-2025 Hudono menerangkan KLW digelar sebagai syarat wajib bagi 30-an wartawan di DIY yang mengikuti Ujian Kompetensi Wartawan (UKW) pada 30-31 Maret.
“Dua tujuan UKW. Pertama untuk menstandarkan metode kerja rekan-rekan wartawan. Kedua sebagai syarat perekrutan anggota PWI DIY,” jelasnya.
Hudono mengatakan, dengan bergabung ke organisasi profesi, wartawan akan mampu merancang masa depan pers. Melalui diskusi dan membangun jaringan relasi, kekuatan menuju pers profesional dan independen semakin terbuka luas.