Home Nasional Perekat Nusantara Sayangkan Nyinyiran soal Penyatuan Tanah dan Air di IKN

Perekat Nusantara Sayangkan Nyinyiran soal Penyatuan Tanah dan Air di IKN

Jakarta, Gatra.com – Koordintor Pergerakan Advokat Nusantara (Perekat Nusantara), Petrus Salestinus, menilai penyatuan air dan tanah dari 34 provinsi di titik nol Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara, merupakan bukti komitmen Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam memajukan Kebudayaan Nasional.

Petrus di Jakarta, Kamis (17/3), menyampaikan, pernyatuan air dan tahah dari puluhan daerah yang memilki ragam budaya dan adat istiadat itu merupakan investasi untuk membangun masa depan dan peradaban bangsa dari keberagaman kebudayaan daerah di Tanah Air.

Karena itu, lajut Petrus, Perekat Nusantara sangat menyayangkan nyinyir sejumlah pihak yang menilai prosesi penyatuan tanah dan air di titik nol IKN Nusantara sebagai ritual syirik, mistik, primitif, dan sesat.

Ia berpandangan demikian karena menurutnya, mereka yang nyinyir adalah orang-orang yang paham konstitusi serta lahir dan dibesarkan dalam lingkungan budaya yang lekat dengan ritus dan ritual tradisional. Petrus pun tidak sependapat dengan pandangan legislator Benny K. Harman (BKH).

Ia melanjutkan, pandangan BKH sangat tidak berdasar karena pembangunan IKN Nusantara memiliki visi sebagai kota dunia untuk semua yang dibangun dan dikelola dengan tujuan untuk menjadi simbol identitas nasional yang merepresentasikan keberagaman bangsa Indonesia dari 34 provinsi berbeda berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.

“[Penyinyir] dalam kesehariannya pada momen tertentu tidak terlepas dari ritual adat, baik oleh para orang tua leluhur di kampung maupun dalam lingkungan di sekitar tempat tinggal,” katanya.

Petrus melanjutkan, penyaturan air dan tanah dari 34 provinsi tersebut merupakan bagian dari sikap pengakuan, penghormatan, dan pelindungan terhadap tradisi budaya bangsa yang beragam.

“Keberagaman itu tersebut juga diakui dan dihormati sesuai dengan perintah UUD 1945, perintah UU No. 23 Tahun 2014, dan UU No. 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara,” katanya.

Begitu pula dalam Pasal 2 huruf c UU No. 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara, di situ ditegaskan bahwa Ibu Kota Nusantara memiliki visi sebagai kota dunia untuk semua yang dibangun dan dikelola dengan tujuan untuk menjadi simbol identitas nasional yang merepresentasikan keberagaman bangsa Indonesia dari 34 provinsi berbeda berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.

Dengan demikian, ujar Petrus, tuduhan sejumlah pihak termasuk BKH bahwa prosesi penyatuan tanah dan air di titik nol di IKN Nusantara dari 34 provinsi yang beragam budayanya, adalah untuk menyeragamkan budaya yang beraneka ragam merupakan tuduhan yang tidak bertanggung jawab.

“Konstitusionalitas dari prosesi ritual penyatuan tanah dan air di titik nol Ibu Kota Nusantara dapat dibaca dalam beberapa pasal dari UUD 1945,” katanya.

Pada Pasal 18B Ayat (1 dan 2) UUD 1945, ujar Petrus, Ayat (1): Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa, yang diatur dengan undang-undang.

Kemudian Ayat (2)-nya: Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip NKRI yang diatur dalam undang-undang.

Selanjutnya, Pasal 28i Ayat (3) UUD 1945 bahwa Identitas budaya dan hak masyarakat tradisional dihormati selaras dengan perkembangan zaman dan peradaban. Pasal 32 Ayat (1): Negara memajukan kebudayaan nasional Indonesia di tengah peradaban dunia dengan menjamin kebebasan masyarakat dalam memelihara dan mengembangkan nilai-nilai budayanya.

“Pengaturan lebih lanjut dari UUD 1945 itu dituangkan di dalam UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemda, UU No. 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan, dan dalam UU No. 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara,” katanya.

Lebih jauh Petrus menyampaikan soal legitimasi prosesi tersebut. Menurutnya, hadirnya sejumlah menteri, ketua MPR, dan 34 gubernur di seluruh Indonesia di Kecamatan Sepaku pada (14/3), itu membuktikan bahwa negara mengakui, menghormati, dan melindungi tradisi budaya lokal masing-masing daerah dengan segala perbedaannya.

Meski tradisi budaya lokal memiliki perbedaan, akan tetapi budaya Indonesia juga memiliki persamaan pada umumnya, karena itu ritual penyatuan tanah dan air, terutama dalam membangun sebuah daerah baru atau rumah baru, selalu diawali dengan prosesi ritual adat istiadat sesuai hukum adat masing-masing daerah.

“Bagi pihak-pihak yang menolak atau keberatan dengan proses ritual penyatuan IKN Nusantara, mereka dikategorikan sebagai tidak paham konstitusi,” katanya.

Selain itu, tandas Petrus dalam pernyataan tertulisnya, mereka tidak paham prinsip negara hukum dan hukum positif dalam NKRI. “Mereka adalah para munafikin atau mereka sudah mengalami disrupsi dari akar budayanya sendiri akibat pragmatisme,” ujarnya.

Pertus menggarisbawahi bahwa pembentukan IKN Nusantara berpijak pada UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah yang mengatur tentang penataan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi, antara lain ditujukan untuk memelihara keunikan adat istiadat, tradisi, dan budaya daerah, berdasarkan pertimbangan "kepentingan strategis nasional".

91