Sukoharjo, Gatra.com- Mantan Ketua Pansus UU Teroris, Romo Muhammad Syafi'i, angkat suara terkait dengan tembak mati yang dilakukan Densus 88 Antiteror terhadap dr. Sunardi. Dia menyimpulkan, dr. Sunardi tidak melakukan tindakan aksi terorisme.
Menurutnya, aksi terorisme merupakan tindakan kekerasan atau ancaman kekerasan yang dapat menimbulkan korban secara massal dan merusak fasilitas publik. Dimana hal ini sesuai motif ideologi politik dan gangguan keamanan. Namun dari pemaparan yang diberikan, dr. Sunardi sendiri merupakan anggota organisasi yang sudah dilarang, memberikan dukungan untuk pengiriman jihad ke Suriah.
"Kalau kemudian gara-gara membawa kendaraannya mengancam jiwa orang banyak itu beda lagi. Bisa jadi kalap atau panik, akhirnya dia membawa mobil dengan keadaan seperti itu memang bisa menggangu lalulintas. Tapi jika itu dijadikan alasan dia dituduh teroris itu tidak benar karena tidak sesuai dengan klosure di terorisme yang ada di Undang-Undang No 5 Tahun 2018," terang Anggota Komisi lll DPR RI Fraksi Gerindra tersebut saat kunjungan kerja ke Mapolres Sukoharjo, Kamis (17/3/2022).
Romo menyebut, tembak mati yang dilakukan Densus 88 Antiteror terhadap dr. Sunardi tidak tepat. Terlebih yang bersangkutan tidak membawa senjata tajam.
Selain itu, saat kejadian, dr. Sunardi tidak dalam posisi jagoan. Sebab dari info yang beredar, yang bersangkutan menggunakan bantuan tongkat saat melakukan aktivitas sehari-hari. "Saya kira masih ada cara lain, misal menembak ban, kenapa harus menembak orangnya," ujarnya.
Dilanjutkan Romo, di pasal 28 undang-undang nomor 5 tahun 2018 itu, bahwa penangkapan terduga terorisme harus menjunjung tinggi hak asasi manusia, yang dilakukan secara penuh kehati-hatian. Artinya, dia tidak boleh disiksa, tidak boleh diperlakukan secara kejam, tidak boleh dihina, atau dijatuhkan harkat martabatnya sebagai manusia.
"Jadi menurut saya, bahwa yang terjadi ini ada kesalahan prosedur, paling tidak tadi pak Kepala Densus Belasungkawa dan memberi respon seperti kejadian ini tidak akan terulang lagi," imbuhnya.
Sehingga, kedepannya Densus 88 diharapkan melakukan evaluasi kembali dalam proses penangkapan terduga teroris. Sebab, yang terjadi pada dr. Sunardi adalah dia tidak membawa senjata, ataupun bom saat ditangkap.
"Kenapa tidak ditangkap waktu dia membuka praktik. Dia kan membuka praktik, dokter, walapun katanya sepi. Jadi itu lebih mungkin, ketika tidak ada pasien diambil. Kata tetangga sebelahnya, dia suka berkebun, di belakang rumanya dia suka menanam gitu. Waktu menanam itu ditangkap lebih smoth," jelasnya.
Terkait kesimpulan dari Kompolnas yang menyatakan proses penangkapan sesuai dengan SOP, Muhammad Syafi'i enggan mengomentari.