Jakarta, Gatra.com – Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta mulai mengusut kasus mafia minyak goreng yang masuk kualifikasi tindak pidana korupsi. Kasus ini diduga dilakukan oleh PT AMJ bersama sejumlah perusahaan.
Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasipenkum), Kejati DKI Jakarta, Ashari Syam, di Jakarta, Rabu (16/3), menyampaikan, pihaknya mulai mengusut kasus dugaan mafia minyak goreng ini setelah Kepala Kejati (Kajati) DKI Jakarta, Reda Manthovani, mengeluarkan surat perintah penyelidikan.
“Penyelidikan tersebut ditandai dengan ditandatanganinya Surat Perintah Penyelidikan Nomor Sprinlid : Print-848/M.1/Fd.1/03/2021 tanggal 16 Maret 2022,” ujarnya.
Ashari menjelaskan, surat perintah penyelidikan (Sprinlidik) tersebut diterbitkan setelah Tim Penyelidik Kejati DKI mempelajari, meneliti, serta menelaah atau menganalisis beberapa data dan informasi lainnya yang berhubungan dengan permasalahan kelangkaan minyak goreng yang berkualifikasi tindak pidana korupsi.
“Adapun perusahaan yang diduga melakukan perbuatan melawan hukum adalah PT AMJ bersama perusahaan-perusahaan lain,” katanya.
PT AMJ bersama sejumlah perusahaan tersebut diduga melakukan perbutan yang berpotensi merugikan perekonomian atau keuangan negara tersebut pada tahun 2021 sampai dengan tahun 2022, dengan cara melakukan ekspor minyak goreng kemasan.
Ekspor minyak goreng dalam kemasan tersebut, lanjut Ashari, dilakukan melalui Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara (Jakut), yang secara langsung berdampak pada perekonomian negara, yaitu mengakibatkan terjadinya kelangkaan minyak goreng di Indonesia.
Adapun kronologi singkat peristiwa dugaan mafia minyak goreng yang masuk kualifikasi tindak pidana korupsi ini, yakni pada Juli 2021 sampai dengan Januari 2022, PT AMJ bersama-sama dengan PT NLT dan PT PDM diduga talah melakukan perbuatan melawan hukum dengan melakukan ekspor minyak goreng kemasan melalui Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara, sejumlah 7.247 karton.
Minyak goreng yang diekspor sejumlah di atas terdiri dari kemasan 5 liter, 2 liter, 1 liter, dan 620 mili liter dengan rincian, pada 22 Juli 2021 sampai dengal 1 September 2021 berdasarkan 9 dokumen PEB, sejumlah 2.184 karton minyak goreng kemasan merek tertentu.
Kemudian, tanggal 6 September tahun 2021 sampai dengan tanggal 3 Januari 2022 untuk 23 PEB sejumlah 5.063 karton minyak goreng kemasan merek tertentu dengan menggunakan 32 kontainer ke berbagai negara, salah satunya adalah Hongkong, dengan nilai penjualan per kartonnya sejumlah HK$240 sampai dengan HK$280, atau 3 kali lipat keuntungan dari nilai atau harga pembelian di dalam negeri.
“Perbuatan perusahan-perusahaan tersebut mengakibatkan terjadinya kelangkaan minyak goreng kemasan di dalam negeri dan diduga menimbulkan terjadinya kerugian perekonomian negara,” ujarnya.