Jakarta, Gatra.com - Pemerintah Indonesia akan segera meluncurkan High Throughput Satellite (HTS) yang kedua. Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johnny G. Plate menyatakan Hot Backup Satellite (HBS) itu dapat digunakan untuk layanan telekomunikasi Indonesia serta kepentingan masyarakat ASEAN.
“Dalam pertemuan dengan beberapa Menteri ASEAN, Indonesia menyatakan memilih HTS untuk menjaga independensi layanan satelit sebagai kepentingan transformasi digital nasional, namun juga agar Indonesia mendapat layanan internet yang lebih kompetitif dan lebih efisien,” ungkapnya dalam Konferensi Pers Penandatanganan Kontrak Pengadaan Barang/Jasa Penyediaan Hot Backup Satellite (HBS) dan Jasa Pengoperasian yang berlangsung hibrida dari Kempinski Hotel, Jakarta, Rabu (16/3).
Johnny menyatakan HBS yang diluncurkan juga untuk memenuhi kebutuhan Negara ASEAN dalam kerangka kerja sama infrastruktur.
“Kepada saya disampaikan bahwa (satelit) backup tidak saja untuk memenuhi kebutuhan Indonesia, tetapi juga untuk memenuhi kebutuhan ASEAN dalam rangka kerjasama infrastruktur TIK ASEAN,” tandasnya.
Menurut Menkominfo, HBS akan digunakan untuk melengkapi kebutuhan layanan publik di Indonesia.
“Satu satelit besar dengan kapasitas 150 Gbps (Gigabits per second), yang nanti akan digunakan untuk melengkapi kebutuhan layanan satelit bagi titik-titik layanan publik di Indonesia,” jelasnya.
Setelah Satelit Republik Indonesia (SATRIA) 1 dengan kapasitas 150 Gbps, hari ini Menteri Johnny menyaksikan penandatanganan pengadaan HBS dengan kapasitas yang sama. Menkominfo berharap HBS bisa mengorbit sesuai jadwal pada kuartal pertama tahun 2023.
“Satelit yang ditandatangani hari ini adalah satelit buatan Boeing dan kita akan memiliki dua jenis satelit. Satu buatan Thales Alenia Space Prancis, dan yang kedua buatan Boeing Amerika Serikat. Dua-duanya akan diluncurkan dengan roket pendorong Falcon 9-5500 milik perusahaan aerospace Elon Musk, SpaceX, dan diluncurkan melalui peluncuran Cape Canaveral di Florida,” jelasnya.
Menkominfo menyatakan, pada saat yang bersamaan, proses produksi Satelit SATRIA-1 saat ini sudah mencapai sekitar 70%.
“Menurut pabrikan pembuat satelit Thales Alenia Space, akan diluncurkan masih sesuai jadwal yaitu pada Juni tahun 2023 dan beroperasi komersial di tahun 2023 kuartal keempat,” ungkapnya.
Rata-rata benchmark harga sewa kapasitas satelit di dunia berkisar USD400 per Mbps per bulan. Dari waktu ke waktu harga sewa itu terus mengalami penurunan. Menurut Menkominfo, saat ini harga sewa berada di kisaran USD150 per Mbps per bulan.
“Namun demikian, Satelit SATRIA dan Hot Backup mampu membuatnya menjadi lebih efisien dengan biaya sekitar USD45 per Mbps per bulan. Jadi jauh lebih efiesien, itulah salah satu kombinasi pilihan jenis-jenis satelit. Kita memilih satelit telekomunikasi yang besar agar biaya per Mbps menjadi lebih efisien,” tandasnya.
Dalam acara itu, Johnny menyaksikan seremoni penandatanganan dua kontrak pengadaan antara Kementerian Kominfo dengan Kemitraan Nusantara Jaya. Kontrak pertama ditandatangani oleh Direktur Utama Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (BAKTI) Kementerian Kominfo, Anang Latif dan Direktur Utama PT Satelit Nusantara 5, Agus Budi Cahyono.
Lalu ada juga Direktur PT Palapa Satelit Nusa Sejahtera, Raffi Tawar; dua Direktur dari PT DSST MAS Gemilang, Alex Sutanto dan Paulus Yuniardi; Direktur Utama PT Palapa Satelit Nusa Sejahtera, J. Indri Priatmojo dan Direktur Utama PT Pasifik Satelit Nusantara, Adi Rahman Adiwoso. Untuk kontrak yang kedua, penandatanganan dilakukan Pejabat Pengelola Komitmen BAKTI Kominfo Mutsla Adlan bersama mitra terkait.