Batam, Gatra.com - Gubernur Kepulauan Riau Ansar Ahmad akan menghadiri kemah bersama para Gubernur se-Indonesia di Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara, Kalimantan Timur, Senin (14/3).
Kemah ini merupkan instruksi dari Presiden RI Joko Widodo, serta sejumlah menteri yang akan mewarnai dengan ritual adat yang melibatkan air dan tanah.
Sebagai syarat ritual, setiap Gubernur diminta membawa tanah dan air dari daerahnya masing-masing. Dan dalam kesempatan ini Gubernur Kepulauan Riau Ansar Ahmad didampingi beberapa Kepala Organisasi Perangkat Daerah (OPD) membawa 2 kilogram tanah yang diambil dari Daik, Kabupaten Lingga dan 1 liter air dari Pulau Penyengat, kota Tanjungpinang.
Para Gubernur juga diminta untuk mengenakan pakaian adat masing-masing selama kegiatan berlangsung.
Sebelum berangkat, Ansar sempat cerita, bahwa air dan tanah yang ia bawa akan digunakan dalam ritual adat di IKN Nusantara. Diyakini ritual ini mengandung makna filosofis agar selalu mengingat asal-muasal nenek moyang dan mempertahankan kearifan leluhur yang sudah ada di bumi Nusantara.
"Sesuai masukan dan saran dari para tetua adat di Kepri, kita putuskan membawa tanah yang kita ambil dari Istana Damnah Daik-Lingga, dan air dari sumur Balai Adat Pulau Penyengat Indera Sakti," katanya.
Kenapa tanah yang diambil dari Daik Lingga, menurut Ansar tanah ini berada di lokasi Struktur Cagar Budaya Bekas Tapak Istana Damnah yang dibangun pada tahun 1860 semasa kesultanan Lingga – Riau Sultan Sulaiman Badrul Alam Syah II (1857-1883), serta dibantu oleh yang Dipertuan Muda Riau X Raja Muhammad Yusuf Al – Ahmadi beserta Pemaisurinya (isteri) Tengku Embung Fatimah.
Tepatnya tanah yang dibawa diambil dari lokasi Balai Bertitah (Singgasana) tempat Balai Pemerintahan Sultan yang merupakan Balai Bagian Bekas Istana Sultan Lingga – Riau terakhir di Daik – Lingga Kabupaten Lingga Bunda Tanah Melayu.
Sesuai sejarah, Ansar berkisah, istana Damnah tahta pemerintahannya ketika itu diteruskan oleh Tengku Embung Fatimah (1883-1883) sebagai pemerintahan sementara, lalu dilantiklah dan dinobatkannya Anandanya Raja Abdul Rahman menjadi Sultan Lingga – Riau pada Tahun 1875 dengan gelar sultan Abdulrahman Muazzam Syah (1885-1991) yang merupakan Sultan Lingga – Riau terakhir.
"Berdasarkan sejarah, sumber tanah yang kita bawa ini sangat erat kaitannya dengan sejarah dan nilai-nilai leluhur Melayu di Kepri," jelasnya.
Adapun alasan membawa air dari sumur Balai Adat Pulau Penyengat Indera Sakti dikarenakan banyak yang mengatakan bila seseorang ke Tanjungpinang, Kepulauan Riau, maka belumlah lengkap jika belum bertandang ke Pulau Penyengat serta minum atau sekadar cuci muka menggunakan air di Pulau tersebut.
Saat ini, situs - situs bersejarah yang ada di pulau Penyengat sedang diusulkan kepada UNESCO (Badan PBB untuk Pendidikan dan Kebudayaan) untuk menjadi situs warisan dunia.
"Air tawar itu hingga saat ini tetap bisa dinikmati oleh masyarakat setempat dan para wisatawan yang datang berkunjung. Ada beberapa sumur di Penyengat dan salah satunya adalah yang berada di bawah gedung Balai Adat Pulau Penyengat, yang berfungsi sebagai tempat untuk menyambut tamu atau mengadakan perjamuan bagi orang - orang penting," ujar Ansar lagi.
Sumur yang dimaksud Gubernur Ansar tersebut hanya memiliki kedalaman sekitar 2,5 meter. Meski tidak pernah kering sepanjang tahun walaupun di musim kemarau. Bahkan air sumur yang ditemukan sejak abad ke-16 tersebut tidak asin seperti kebanyakan sumber air yang berada dekat laut. Walaupun sumur tersebut terletak hanya sekitar 30 meter dari pantai.