Jakarta, Gatra.com – Perusahaan jasa keuangan dan bank investasi multinasional Amerika Serikat (AS), Morgan Stanley merilis riset terbaru mengenai Asia Economics and Macro Strategy berjudul “The Drag from Geopolitical Tensions”. Riset tersebut dipimpin oleh pakar ekonom dari Morgan Stanley, Chetan Ahya.
Morgan Stanley (MS) berpendapat, dorongan stagflasi dari ketegangan geopolitik membuat MS merevisi perkiraan untuk Asia. Di mana pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) turun, inflasi naik. “Asia tetap berada pada posisi yang baik untuk menyerap guncangan stagflasi, namun Morgan Stanley melihat risiko terhadap pertumbuhan condong ke sisi bawah dan risiko terhadap inflasi condong ke sisi atas,” tulis Morgan Stanley dalam keterangan resminya.
Untuk konteks, ketegangan geopolitik dan prospek Asia: MS telah menyoroti risiko penurunan prospek pertumbuhan Asia sebagai akibat dari ketegangan geopolitik. Dalam laporan tersebut, MS secara resmi menggabungkan efek ini dalam kasus dasar.
MS memperkirakan, PDB Asia akan tumbuh 5,2% pada tahun 2022 (30bps di bawah perkiraan sebelumnya) dan inflasi CPI (Consumer Price Index) menjadi 3% sekitar 40bps lebih tinggi dari perkiraan sebelumnya. Pemotongan prospek pertumbuhan lebih besar untuk ekonomi yang lebih terbuka, seperti: India, Korea, Singapura, Taiwan, dan Thailand.
Cina cukup terekspos dan hambatan dari ketegangan geopolitik dimitigasi karena pelonggaran kebijakan sudah berlangsung. Sebaliknya, MS mempertahankan perkiraan pertumbuhan tidak berubah untuk eksportir komoditas seperti Australia, Malaysia, dan Indonesia.
Asia tetap berada pada posisi yang lebih baik untuk menyerap goncangan stagflasi: Titik awal dari tahap siklus bisnis, dinamika produktivitas, dan stabilitas makro (inflasi dan neraca transaksi berjalan) menyediakan penyangga yang cukup bagi kawasan untuk menyerap kejutan stagflasi.
Perekonomian Asia berada pada tahap awal hingga pertengahan siklus ekspansi dan dinamika produktivitas Asia telah kembali baik dan positif, dibantu oleh interaksi ekspor dan belanja modal swasta. “Dengan pertumbuhan yang lebih bergantung pada produktivitas daripada leverage, ini akan membantu menjaga kekhawatiran stabilitas makro, khususnya inflasi,” terang MS.
Asia dinilai masih “out-performance”. MS melaporkan Asia masih memiliki campuran pertumbuhan/inflasi yang lebih baik dibandingkan dengan Amerika dan Eropa, dan kinerjanya yang lebih baik dalam PDB dolar riil dan nominal harus tetap utuh. Perbedaan pertumbuhan Asia dengan negara-negara lain di dunia akan meningkat, sementara inflasi dan perbedaan tingkat riil antara Asia dan AS/Eropa akan tetap sangat tinggi.
Untuk strategi Makro Asia: MS memperkirakan Asia FX akan melemah dalam jangka pendek, sehingga Morgan Stanley merevisi perkiraan USD/Asia FX. Risiko pasar dari ketegangan geopolitik tetap turun.
Risiko pasar terjadi mengingat ketidakpastian seputar ketegangan geopolitik, MS melihat risiko condong ke sisi negatif untuk pertumbuhan dan condong ke sisi atas untuk inflasi. Pergerakan yang lebih tajam pada harga minyak dan komoditas dapat memiliki efek non-linier, serta potensi gangguan pasokan lebih lanjut. Ketegangan perdagangan AS/Cina juga dapat muncul kembali jika penyelidikan Section 301 dimulai.