Jakarta, Gatra.com - Indonesia Memanggil 57+ Institute (IM57+) melaporkan dugaan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku yang dilakukan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Firli Bahuri kepada Dewan Pengawas (Dewas) KPK, Jumat (11/3).
Laporan itu berkaitan dengan dugaan kesewenangan Firli menggunakan fasilitas KPK yang dibiayai oleh anggaran negara untuk kepentingan pribadinya. Yakni berupa penyampaian pesan SMS yang tidak terkait dengan pelaksanaan tugas dan tanggungjawabnya selaku Ketua KPK.
Diketahui, pesan itu berbunyi, “Manusia sempurna, bukanlah manusia yang tidak pernah berbuat salah, tetapi manusia yang selalu belajar dari kesalahan. Ketua KPK RI.” Pesan itu dikirim oleh KPK atas nama Ketua KPK.
Senior Investigator IM57+, Rizka Anungnata menyatakan, hal yang menjadi sorotan publik dari SMS blast tersebut adalah pesan hanya mengatasnamakan Ketua KPK, tidak mengandung nilai-nilai antikorupsi, serta tidak jelasnya sumber anggaran yang digunakan untuk SMS blast tersebut.
Pelaksana Tugas (Plt) Juru bicara KPK memang membenarkan adanya pengadaan SMS masking di KPK. Namun menurut Rizka, pengadaan tersebut berkaitan dengan kepentingan kegiatan LHKPN.
Hal ini dapat dilihat melalui situs LPSE Kementrian Keuangan (Kemenkeu) RI, bahwa anggaran pengadaan SMS Blast oleh KPK 2022 dengan nominal Rp999.218.000 dipergunakan untuk kegiatan LHKPN seperti permintaan token, pemberitahuan LHKPN sudah di-submit, pemberitahuan LHKPN telah lengkap, dan lainnya.
"Adapun persoalan apakah SMS blast Ketua KPK menggunakan anggaran SMS blast e-LHKPN tidak pernah diklarifikasi dengan jelas oleh Plt Juru Bicara Ali Fikri. Apabila tidak menggunakan anggaran tersebut hal yang selanjutnya patut dipertanyakan darimana anggaran itu berasal?," kata Rizka melalui keterangan tertulisnya, Jumat (11/3).
IM57+ menduga bahwa terlapor telah dengan sewenang-wenang menggunakan fasilitas KPK yang dibiayai oleh anggaran negara untuk kepentingan pribadinya berupa penggunaan pesan SMS blast.
Adapun hal yang dilanggar mengenai Nilai Dasar Integritas sebagaimana tercantum dalam Pasal 4 ayat (1) huruf d, ayat (1) huruf o, dan ayat (2) huruf i Peraturan Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia Nomor 02 Tahun 2020 tentang Penegakan Kode Etik dan Pedoman Perilaku Komisi Pemberantasan Korupsi.
Rizka berharap agar Dewas KPK memeriksa laporan ini, memproses, dan kemudian dapat mencari pembuktian lain sehingga menjadi lebih kuat dan lengkap, sesuai dengan kewenangan yang dimiliki Dewan Pengawas tidak terbatas dari bukti yang disampaikan pelapor.
"Kami menilai bahwa diprosesnya laporan ini bisa menjadi salah satu upaya untuk meningkatkan kepercayaan publik serta marwah KPK sebagai ujung tombak gerakan pemberantasan korupsi di Indonesia," ujarnya.