Home Ekonomi Program Go Organik, Produsen Pupuk Skala UKM Butuh Dukungan Pemerintah

Program Go Organik, Produsen Pupuk Skala UKM Butuh Dukungan Pemerintah

Karanganyar, Gatra.com - Gerakan Go Organik membutuhkan konsistensi dukungan pemerintah. Mulai dari edukasi ke petani sampai kemudahan izin produksi massal pupuk kandang skala UKM berikut pemasarannya.

“Produksi sih bisa. Tapi menjualnya yang susah. Di tempat kami perizinan belum komplit. Baru sebatas sertifikat HKI. Namun belum rekomendasi Kementerian Pertanian. Padahal selalu kami ajukan untuk lab,” kata Pemilik Usaha Pupuk Organik Ngudi Makmur 2, Purwanto kepada wartawan usai menerima kunjungan Ketua Komisi B DPRD Jawa Tengah, Sumanto di Desa Sambirejo, Kecamatan Jumantono, Kabupaten Karanganyar Jawa Tengah pada Jumat (11/3).

Lantaran sulit menjualnya tanpa rekomendasi instansi terkait, Ngudi Makmur hanya berani menggaet pasar di Karanganyar dan sebagian luar kota seperti Sragen, Sukoharjo, dan Wonogiri. Alhasil produksi hanya mengandalkan pesanan saja. Lagi pula, keterbatasan teknologi dan peralatan membuat kapasitas produksi maksimal hanya 150 ton perbulan. Di gudangnya, persak pupuk organik ukuran 40 kilogram dibanderol Rp40 ribu. Dengan kedatangan pejabat Komisi B bersama Dinas Pertanian Provinsi Jateng, ia berharap kesulitannya diberi solusi.

Sementara itu, Sumanto mengatakan siap memberi solusi terkait masalah petani organik. Pasalnya, ia lagi getol-getolnya mendorong model pertanian ini.

"Kita borong semua masalahnya. Urea sudah sulit didapatkan. Subsidi pupuk itu merugikan petani dan juga pemerintah. Harus segera beralih ke organik. Produsen pupuk organik dimudahkan perizinannya. Diberi advokasi. Edukasi juga ke petani supaya beralih ke organik," katanya usai memberi bantuan bibit IP 400 untuk 10 hektare sawah dan 10 unit sprayer ke Kelompok Tani Rukun Makmur Desa Tugu, Kecamatan Jumantono.

Sumanto yakin gerakan Go Organik mampu menopang ketahanan pangan berkualitas sebagaimana puluhan tahun yang lalu sebelum gencarnya pemakaian urea. "Dulunya, pemakaian urea untuk mengejar swasembada beras atau revolusi hijau. Tapi efeknya, tanah rusak dan residu kimiawi merusak tubuh kita," katanya.

Oleh karena itu, sambungnya, petani Indonesia harus segera kembali ke pupuk organik. Terlebih, subsidi pupuk pemerintah selalu kurang. Subsidi pupuk dengan anggaran Rp30 triliun dinilainya tidak mencukupi. Lantaran, kebutuhan di lapangan mencapai Rp60 triliun. "Akhirnya banyak yang tidak kebagian," ujar Sumanto.

Pemerintah mulai mengurangi subsidi secara bertahap. Kemudian menggantinya dengan pupuk organik serta stimulan lainnya. Ia menyebutkan demplot pupuk organik dibangun pemerintah ke lokasi strategis. Gabungan kelompok tani (Gapoktan) di sana juga diedukasi peralihan non organik ke organik.

Kepala Laboratorium Hama Penyakit Tanaman Pangan dan Holtikultura Surakarta, Dwi Susilarto mengatakan kesiapannya menyambut inovasi pertanian dari masyarakat. Ia mendukung penggunaan sistem organik pada pertanian.

"Sebenarnya pakai pupuk organik akan menimbulkan penurunan produksi di awal, namun tidak banyak, hanya 7%. Setelah itu stabil dengan kualitas bagus. Tidak ada residu konsumsi dalam darah. Lebih sehat. Penebas atau tengkulak juga lebih senang membeli beras organik ke petani. Harganya tidak jatuh," jelasnya.

2256