Home Kesehatan Pandemi, Endemi dan Bagaimana Akhir Pandemi

Pandemi, Endemi dan Bagaimana Akhir Pandemi

Jakarta, Gatra.com- Dua tahun sudah status Pandemi Covid-19 melanda dunia. Wacana penurunan endemi juga sedang menjadi pertimbangan Pemerintah Indonesia.

Selama masa transisi menuju endemi COVID-19, pelan-pelan Pemerintah melakukan pelonggaran mobilitas masyarakat. Misalnya meniadakan syarat hasil negatif tes antigen maupun PCR bagi para pelaku perjalanan domestik untuk moda transportasi darat, laut maupun udara.

Terkait itu, pengamat kesehatan Prof Tjandra Yoga Aditama mengatakan ada beberapa yang dapat disampaikan mengenai rencana penurunan status tersebut. Secara pengertian Pandemi, Pan artinya adalah semua atau setidaknya banyak. Jadi pandemi COVID-19 artinya ada epidemi di banyak sekali negara di dunia.

"Karena menyangkut situasi di banyak negara maka yang menyatakan pandemi adalah badan dunia (dalam hal ini WHO), tidak mungkin satu dua atau beberapa negara saja," papar Direktur Pasca Sarjana Universitas YARSI yang jug Guru Besar FKUI itu

Contohnya, Pandemi COVID-19 dinyatakan oleh DirJen WHO Dr Tedros pada 11 Maret 2020. Sebelum ini, Pandemi H1N1-2009 yang dinyatakan bermula pada 11 Juni 2009 juga oleh DirJen WHO ketika itu, Dr Margaret Chan.

Ke dua, lanjut Prof Tjandra, seperti juga memulai maka pernyataan pandemi selesai juga akan dinyatakan oleh DirJen WHO. Contohnya, pada 10 Agustus 2010, DirJen WHO Margaret Chan menyatakan dunia sudah memasuki masa pasca pandemi H1N1-2009.

"Istilah yang digunakan ketika itu untuk menyatakan pandemi selesai adalah dunia memasuki periode pasca pandemi (post pandemic period), bukan mengatakan dunia sudah endemi," jelas Prof Tjandra.

Nanti kalau pandemi COVID-19 sudah usai, maka akan ada lagi pernyataan resmi dari Direktur Jenderal WHO sesuai keadaan dunia ketika itu. "Yang kita belum tahu kapan akan terjadi, dan kita belum tahu istilah apa yang akan digunakan nanti," lanjutnya

Keputusannya, apakah pandemi COVID-19 sudah selesai. Atau apakah COVID-19 sudah menjadi endemi. Juga apakah mungkin juga dunia memasuki periode pasca pandemi COVID-19.

Ke tiga, sebelum pandemi maka DirJen WHO akan menyatakan bahwa suatu penyakit ada dalam status “Public Health Emergency of International Concern (PHEIC)”. "Waktu saya masih bertugas di Kementerian Kesehatan saya terjemahkan sebagai Kedaruratan Kesehatan Masyarakat yang Meresahkan Dunia (KKMD)," papar Prof Tjandra.

Mantan DirJen Pengendalian Penyakit dan Mantan KaBaLitBangKes itu mengatakan, ada tiga hal perihal PHEIC ini. Pertama PHEIC memang tertera dalam “International Health Regulation (IHR)” yang dipatuhi seluruh anggota WHO. Dimana keputusannya berdasar kajian  “Emergency Committee”.

"Ke dua, saya pernah menjadi “Emergency Committee” untuk penyakit MERS CoV pada 2013-2015, dan kami waktu itu menyatakan MERS CoV belum memenuhi kriteria untuk dianggap sebagai PHEIC," jelas Mantan Direktur Penyakit Menular WHO Asia Tenggara tersebut

Lalu yang ke tiga dari PHEIC,  Emergency Committee yang dibentuk pada Januari 2020 menyampaikan bahwa penyakit yang waktu itu masih bernama 2019-nCOV (sekarang kita kenal sebagai COVID-19) sebagai PHEIC. Kemudian secara resmi menjadi pernyataan DirJen WHO pada 30 Januari 2020.

Hal ke empat dari PHEIC ini adalah beberapa pertimbangan untuk dinyatakan sebagai PHEIC adalah antara lain, suatu penyakit baru atau setidaknya mikro organisme penyebabnya adalah varian baru. Lalu  kasus sudah dilaporkan di dua region WHO atau lebih. Kemudian penyakitnya cukup berat dan memberi dampak pada kesehatan manusia.

1207