Jakarta, Gatra.com- Adan dugaan kartel minyak goreng, Komisi Pengawasan Persaingan Usaha (KPPU) telah memanggil Asosiasi Industri Minyak Makan Indonesia (AIMMI) untuk memberikan keterangan. Mereka juga sudah meminta Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) untuk memberikan keterangan, tetapi mereka meminta dijadwalkan ulang atau reschedule.
"GIMNI dan AIMMI minggu ini dipanggil, GIMNI minta reschedule, AIMMI hadir. AMMI Rabu kemarin [9 Maret 2022]," kata Ketua KPPU, Ukay Karyadi, lewat pesan singkat WhatsApp kepada Gatra.com pada Kamis, (10/3).
Dia menuturkan, sejak Januari lalu, KPPU sudah membawa persoalan kenaikan harga dan kelangkaan minyak goreng ke ranah penegakan hukum karena ada indikasi kartel. "Dengan temuan penimbunan di Sumut [Sumatra Utara], semakin memperkuat indikasi tersebut. Karena itu bisa dimaknai bahwa perusahaan bermaksud untuk mempengaruhi harga dengan menahan pasokan ke pasar," ujar Ukay.
"Bila cukup alat bukti, akan dibawa ke persidangan KPPU," dia menambahkan.
Sementara, Direktur Investigasi KPPU, Gopprera Panggabean, menerangkan alasan mengapa GIMNI meminta reschedule atas panggilan dari KPPU. Dia mengatakan karena sedang banyak persoalan terkait pengaturan minyak goreng, maka jadwal mereka padat dan meminta dijadwalkan ulang. "Nanti nyesuaikan dengan kegiatan tim ya. Kan banyak juga yang dipanggil-panggil kan. Jadi kalo ada yang tertunda, ya nanti kita liat available [ketersediaan waktu]-nya tim-tim kita itu mungkin," ucap Gopprera lewat sambungan telepon WhatsApp pada Kamis, (10/3).
Di sisi lain, Direktur Eksekutif GIMNI, Sahat Sinaga, mengatakan pemanggilan GIMNI terkait memberikan keterangan untuk adanya dugaan kartel minyak goreng itu tidak persis benar. Dia menyebut harusnya KPPU dapat melihat Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) asosiasi. "Sama sekali tak ada akses untuk mengetahui operasional [channel distribusi, harga, dan volume] dari anggotanya," kata Sahat, via pesan singkat WhatsApp kepada Gatra.com pada Rabu, (9/3).
Dia menerangkan bahwasanya asosiasi itu hanya terkait dengan regulasi dan saran siapa saja yang dapat disampaikan ke regulator, agar keunggulan kompetitif (competitive edge) dari anggota di pasar global bisa tercapai. "Demikian. Saya belum tahu final decision [keputusan akhir] dari Ketua GIMNI," tutur Sahat.
Saat Gatra.com menanyakan bagaimana hasil sewaktu AIMMI dipanggil KPPU, Gopprera mengatakan ada beberapa informasi yang disampaikan di sana. Tetapi, poinnya memang terdapat kesulitan mendapatkan crude palm oil (CPO) atau minyak sawit mentah dalam harga domestic price obligation (DPO) atau kebijakan pasok dalam negeri. "Nah itu memang masih kesulitan ya, anggota-anggotanya juga gitu kan. Akhirnya masih berdampak juga terhadap pengurangan produksi," ujar dia.
Gopprera pun menyebut ada juga keinginan agar minyak goreng kemasan premium produk mereka itu dilepas ke harga pasar dan tidak memakai harga eceran tertinggi (HET). "Disampaikan seperti itu," kata dia.
Di samping itu, ketika Gatra bertanya soal adanya dugaan kartel minyak goreng dan apakah KPPU memiliki temuan lain terkait hal tersebut, Gopprera mengatakan sekarang prosesnya masih berjalan. "Kita masih kumpulkan informasi ya. Yang pasti kan kalo perilaku-perilaku koordinasi di dalam rangka baik mengatur produksi atau pemasaran ataupun penetapan harga untuk mengurangi persaingan di antara mereka, akan sulit kita dapat dari keterangan ya," dia menjelaskan.
"Maksudnya, kalo memang adapun gitu kan, misalnya gitu kan, ya agak lama juga dapat pengakuan," Gopprera menambahkan.
Dia mengatakan mereka terus saling mengumpulkan segala informasi yang bisa menguatkan dugaan-dugaan tersebut. "Pada saat harga minyak goreng itu enggak merespon, itu yang nanti kita dalami gitu. Apakah itu bagian dari adanya perilaku-perilaku yang mengurangi persaingan di antara mereka," ujar Gopprera.