Jakarta, Gatra.com - Sekretaris Jenderal KIARA, Susan Herawati menilai alasan Mahkamah Agung (MA) potong masa hukuman Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan, Edhy Prabowo merupakan sesuatu yang bertolak belakang dengan fakta korupsi yang dilakukannya.
"Karena implementasi Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 12 Tahun 2020 yang disahkannya sendiri," kata Susan di Jakarta, Kamis (10/3).
Menurutnya, argumentasi MA yang menyebut bahwa Edhy Prabowo bekerja dengan baik merupakan satu kekeliruan dan tak mendasar. Pasalnya, Edhy Prabowo ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan kasus korupsi penerimaan suap.
"Faktanya Edhy pelaku korupsi penerimaan suap dan nihil prestasi selama menjabat sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan," tegas Susan.
KIARA mencatat, Ombudsman Republik Indonesia (ORI) pernah mengingatkan kebijakan pemberian izin ekspor lobster yang dibuat Edhy memiliki banyak potensi kecurangan. ORI juga menyebut bahwa izin ekspor benih lobster itu bertentangan dengan konstitusi Republik Indonesia.
Sayangnya, Edhy Prabowo tidak mendengarkan penilaian tersebut. ORI terbukti benar karena beberapa bulan kemudian Edhy Prabowo ditangkap KPK karena korupsi penerimaan suap terkait ekspor benur lobster.
"Pasca disahkannya Permen KP Nomor 12 Tahun 2020, berbagai elemen hingga nelayan tradisional telah mengingatkan Edhy terkait Permen tersebut," ujarnya.
Tidak hanya sebatas mengingatkan, KIARA dan nelayan tradisional bahkan melakukan aksi pada Juli 2020 di Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Tujuannya, agar Edhy segera mencabut kebijakan itu.
Tetapi kritik tersebut tidak digubris sama sekali hingga Edhy ditangkap oleh KPK. Hal ini menunjukkan kekeliruan MA yang menyatakan Edhy Prabowo telah bekerja dengan baik dan menyejahterakan masyarakat khususnya nelayan kecil.
Faktanya nelayan menyatakan penolakannya terhadap kebijakan yang telah dikeluarkan Edhy.
"Apakah hakim Mahkamah Agung tidak melihat fakta-fakta yang telah disampaikan oleh publik dan mengevaluasinya dalam konteks kasus ini?" tanya Susan.
Ia menegaskan, Edhy Prabowo adalah pelaku korupsi yang memanfaatkan jabatan Menteri KP untuk membuat kebijakan dan meraup untung secara melawan hukum. Korupsi oleh pejabat strategis merupakan extra ordinary crime.
"Seharusnya hukuman yang dijatuhkan kepada tersangka dipertahankan atau malah ditambah, bukan didiskon dan diberi keringanan," ucapnya.
Diketahui, MA mengeluarkan vonis pada Edhy Prabowo terkait ekspor benur lobster pada Senin (7/3). Edhy dijatuhi hukuman lima tahun penjara. Vonis ini lebih ringan daripada vonis yang dikeluarkan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta. Sebelumnya, Edhy dijatuhi hukuman sembilan tahun penjara dan pencabutan hak politik selama tiga tahun.