Jakarta, Gatra.com - Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai pemotongan hukuman mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo oleh Mahkamah Agung dikhawatirkan menjadi multivitamin sekaligus penyemangat bagi pejabat yang ingin melakukan praktik korupsi.
Peneliti ICW Kurnia Ramadhana mengatakan praktik tersebut memberikan angin segar dimana dicontohkan secara langsung kepada pihak yang ingin berbuat korupsi. Bagaimana putusan lembaga kekuasaan kehakiman jarang memberikan efek jera.
Majelis Kasasi MA sendiri mempertimbangkan Edhy sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan RI sudah bekerja dengan baik dan telah memberi harapan yang besar kepada masyarakat khususnya bagi nelayan.
“ICW melihat hal meringankan yang dijadikan alasan Mahkamah Agung untuk mengurangi hukuman Edhy Prabowo benar-benar absurd. Sebab, jika ia sudah baik bekerja dan telah memberi harapan kepada masyarakat tentu Edhy tidak diproses hukum oleh KPK,” kata Kurnia melalui keterangan tertulisnya, Rabu (9/3).
Kurnia menilai, majelis hakim seolah mengabaikan ketentuan Pasal 52 KUHP yang menegaskan pemberatan pidana bagi seorang pejabat tatkala melakukan perbuatan pidana memakai kekuasaan, kesempatan, atau sarana yang diberikan kepadanya.
“Regulasi itu secara spesifik menyebutkan penambahan hukuman sepertiga, bukan justru dikurangi,” tegasnya.
Kurnia menambahkan salah dua ciri korupsi dikategorikan sebagai kejahatan luar biasa adalah karena dampak viktimisasinya sangat luas dan merupakan perbuatan tercela serta dikutuk oleh masyarakat.
“Tentu dengan dasar ini, masyarakat sangat mudah untuk melihat betapa absurdnya putusan kasasi MA terhadap Edhy,” imbuh Kurnia.
Seperti diketahui, Mahkamah Agung (MA) memotong masa hukuman Edhy Prabowo yang semula 9 tahun penjara menjadi hanya 5 tahun. Termasuk pidana tambahan berupa pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik atau hak politik selama 3 tahun dipotong jadi 2 tahun usai menjalani pidana pokok.