Bantul, Gatra.com – Sempat dikenal sebagai sentra penghasil virgin coconut oil (VCO), Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, kini hanya menyisakan satu orang perajin minyak kelapa itu. Berjuang sendirian dibantu empat pekerja, Sulastri (65) menikmati cuan karena tingginya permintaan minyak serbaguna tersebut.
Gatra.com mengunjungi rumah Sulastri sekaligus tempat produksi VCO di RT 123, Dukuh Mangiran, Desa Trimurti, Kecamatan Srandakan, pada Rabu (9/3). Ia pun menghentikan kegiatan mengolah kethak, camilan khas yang terbuat dari ampas pembuatan minyak kelapa.
“Dulu di sini ada sekitar delapan sampai sepuluh perajin minyak kelapa seperti saya. Saya sendiri yang sudah beroperasi sejak 1980-an. Sejak sepuluh tahun, lainnya berhenti karena tidak ada penerusnya,” katanya.
Dirinya juga mengaku khawatir, sebab anak semata wayangnya yang sudah berkeluarga tidak ingin meneruskan usaha tersebut. Padahal, menurutnya, produksi VCO layak dipertahankan karena nilai ekonominya tinggi.
Sambil menikmati teh panas suguhan Sulastri, Gatra.com mendapatkan penjelasan bahwa dari 5.000 butir kelapa yang didatangkan seminggu sekali dari Purworejo, Kebumen, Kulonprogo, dan beberapa daerah lain, dapat dihasilkan 450 liter minyak kelapa murni.
Selama ini, untuk menghasilkan 45 liter minyak kelapa dibutuhkan 500 butir kelapa dengan harga kelapa per butir Rp3.000. Setiap liter minyak kelapa murni itu dijual seharga Rp22.000. Ini belum termasuk batok kelapa yang dijual untuk kerajinan tangan berkisar Rp600 - Rp2.000 per butirnya.
“Sedangkan untuk produk kethak per sebelas butir saya jual Rp10.000 dan seluruh pedagang di pasar Bantul maupun Kota (Yogyakarta) mengambil dari saya. Sepuluh kilogram ampas minyak kelapa bisa menjadi kurang lebih 500 butir kemasan kecil,” katanya.
Di tengah sulit dan mahalnya minyak kelapa sawit di pasar, Sulastri mengatakan dirinya tidak berupaya menambah produksi. Pasalnya, seluruh produk yang dihasilkan usahanya sudah diserahkan ke pabrik. “Ini sudah cukup. Tidak usah mengejar. Yang penting berkah,” katanya, singkat.
Dari pabrik di Purworejo dan Sleman, minyak kelapa buatan Sulastri kemudian diolah menjadi minyak goreng nabati yang lebih jernih dan tanpa bau menyengat seperti sebelum disaring. Ampas saringan VCO ini bahkan dijadikan bahan pembuatan sabun.
Dikemas dalam kemasan botol satu liter dengan merek ‘Boga Mas’, produk minyak kelapa ini kemudian dijual di pasaran Rp.28.000. “Dulu sempat ada pengusaha dari luar negeri yang menawarkan kerjasama. Namun saya tidak sanggup karena harus menyediakan minyak kelapa sebanyak satu kontainer,” jelasnya.
Dibandingkan dengan minyak goreng sawit, Sulastri menyebut minyak kelapa punya kelebihan yakni nol kolesterol. Meski ceria bercerita tentang manis bisnis minyak kelapa, raut wajah Sulastri menyembunyikan kekhawatiran tentang penerus bisnis ini.
“Orang-orang sini sudah tidak ada yang memproduksi lagi. Padahal saya mau mengajari sampai bisa," katanya.