Karanganyar, Gatra.com - Kejaksaan Negeri Kabupaten Karanganyar Jawa Tengah bersama Pemkab setempat membentuk Kampung Restorative Justice atau Balai Musyawarah Perdamaian. Melalui restorative justice, perkara bernilai kerugian di bawah Rp2,5 juta tak perlu ke persidangan. Pertikaian cukup dimediasi sampai berdamai.
"Restorative justice merupakan suatu kerangka berfikir baru penegak hukum yang dapat digunakan dalam merespons suatu tindakan pidana," kata Kajari Karanganyar Mulyadi Sajaen, Selasa (8/3).
Seperti diketahui, Jaksa Agung RI telah menerbitkan Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif. Aturan tersebut memungkinkan penuntutan kasus pidana yang ringan tak dilanjutkan apabila memenuhi sejumlah persyaratan.
Dalam Pasal 5 aturan itu, disebutkan bahwa perkara dapat dihentikan apabila tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana, dan hanya diancam dengan pidana denda atau pidana penjara tidak lebih dari 5 tahun. Kemudian, nilai barang bukti atau kerugian yang ditimbulkan akibat tindak pidana tidak lebih dari Rp2,5 juta.
”Selama ini, upaya penegakan hukum masih mengutamakan aspek kepastian hukum dan legalitas formal dibandingkan dengan keadilan yang substansial bagi masyarakat. Sehingga banyak masyarakat yang memandang bahwa penegakan hukum itu seperti pisau yang tajam ke bawah namun tumpul ke atas,” ujarnya.
Bupati Karanganyar Juliyatmono menyepakati pembentukan Kampung Restorative Justice. Ia berharap melalui pembentukannya, permasalahan hukum kecil mampu diselesaikan secara damai. Setiap desa atau keluraham nantinya akan memiliki satu kampung restoratove justice dengan melibatkan berbagai unsur masyarakat, termasuk aparat penegak hukum. Pihaknya menargetkan kampung restorative justice bisa dibentuk sebelum bulan Ramadan.
"Ada 177 desa yang akan memiliki kampung restorative justice. Kami berharap desa mengedukasi keberadaan dan tugas kampung restorative justice ini," sebut Bupati.
Di Karanganyar, penerapan restorative justice belum lama ini dilakukan terhadap perkara hukum kasus perselisihan atau kesalahpahaman yang berujung pengancaman. Tim penyidik Kejaksaan Negeri (Kejari) menghentikan kasus tersebut dengan penyelesaian secara restorative justice.