Istanbul, Gatra.com - Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov dan pesaingnya Menlu Ukraina Dmytro Kuleba telah sepakat untuk bertemu di sebuah forum di Turki selatan pada hari Kamis, (10/3).
Reuters, Senin (7/3) melaporkan, pembicaraan penting itu kali pertama dijadwalkan antara para diplomat tinggi pasca Rusia meluncurkan invasi ke Ukraina.
Menteri luar negeri Turki, Mevlut Cavusoglu mengatakan bahwa dia akan menghadiri pertemuan di kota resor Antalya. Kementerian luar negeri Rusia juga telah mengkonfirmasi rencana pertemuan tersebut.
Turki yang juga anggota NATO berbagi perbatasan maritim dengan Rusia dan Ukraina di Laut Hitam. Turki telah menawarkan untuk menengahi antara kedua pihak. Ankara memiliki hubungan baik dengan Moskow dan Kyiv, meski tindakan invasi Rusia tidak dapat diterima sekaligus menentang sanksi terhadap Moskow.
Cavusoglu mengatakan sebelumnya bahwa Presiden Tayyip Erdogan menelpon Presiden Rusia Vladimir Putin pada hari Minggu. Turki menawarkan menjadi tuan rumah pertemuan tersebut dan Lavrov kemudian menerimanya.
"Kami sangat berharap pertemuan ini menjadi titik balik dan... langkah penting menuju perdamaian dan stabilitas," katanya, seraya menambahkan bahwa kedua menteri telah memintanya untuk bergabung dalam pembicaraan.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri Rusia Maria Zakharova mengkonfirmasi pertemuan itu melalui Telegram.
Kuleba mengatakan pada hari Sabtu bahwa dia terbuka untuk berbicara dengan Lavrov, jika memang itu penting.
Rusia mengumumkan kembali "koridor kemanusiaan" penyelamatan pengungsi baru pada hari Senin untuk mengangkut warga Ukraina yang terperangkap di bawah lokasi pemboman. Kendati langkah tersebut dikecam Kyiv sebagai aksi tidak bermoral.
Pengumuman itu muncul setelah dua hari gencatan senjata --yang dianggap gagal-- karena membiarkan warga sipil melarikan diri dari kota Mariupol, yang terkepung, di mana ratusan ribu orang terperangkap tanpa makanan dan air, di bawah pengeboman tanpa henti dan tidak dapat mengevakuasi mereka yang terluka.
Rusia menyebut tindakannya di Ukraina sebagai “operasi militer khusus.” Namun itu telah “mengusir” 1,5 juta orang --apa yang dikatakan PBB sebagai krisis pengungsi-- secara cepat ke Eropa sejak Perang Dunia Kedua.