Sleman, Gatra.com - Zat nikotin dalam tembakau memicu pertentangan yang tak kunjung usai bagi sejumlah pihak. Nikotin sarat akan kepentingan ekonomi dan politik yang berkelindan dengan aspek kesehatan.
Hal itu mencuat dalam bedah buku 'Nicotine War: Membedah Siasat Korporasi Farmasi Jualan Nikotin' karya Wanda Hamilton, di University Club Universitas Gadjah Mada (UGM), Sleman, Jumat (4/3).
Sosiolog UGM AB Widyanta menyebut buku Nicotine War bukan hanya buku perang, melainkan politik pengetahuan tentang nikotin. Buku ini membedah dan mengungkap dengan gamblang bagaimana politik dagang farmasi dalam berbisnis nikotin.
Nicotiana tobacum L, kata AB, telah menjadi arena pertarungan kuasa yang akan senantiasa mengonsolidasikan berbagai strategi yang kompleks melalui perlengkapan, manuver, teknik, dan mekanisme tertentu.
“Ada relasi kuasa pengetahuan dalam hal ini. Ada pertarungan politik yang keras. Kita wajib menjaga agar kebenaran tidak dikorbankan, menjaga kedaulatan bangsa dan negara, termasuk kedaulatan hukum,” kata AB.
Penulis dan arsiparis, Muhidin M. Dahlan, sebelumnya mengategorikan Nicotine War sebagai buku perang.
Menurutnya, buku ini juga menunjukkan bahwa semula aktivitas merokok adalah akvitas yang normal. Namun seiring waktu, merokok berubah menjadi aktivitas yang membunuh manusia, menyebabkan kemiskinan, dan memperluas pengangguran.
Muhidin berkata, Nicotine War bukan hanya menjadi buku perang, melainkan juga buku dengan muatan isu yang sarat kepentingan ekonomi dan politik. Hal itu terlihat saar nikotin ingin direbut kemudian dipatenkan oleh perusahaan farmasi global kendati upaya tersebut gagal.
Kondisi itu juga berpengaruh terhadap munculnya aturan-aturan terhadap bahan dengan kandungan nikotin.
"Kampanye perang terhadap rokok berdampak serius terhadap regulasi dan penyempitan ruang industri hasil tembakau," kata Muhidin.