Jakarta, Gatra.com – Penyidik Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Tipideksus) Bareskrim Polri masih memburu ?Direktur Operasional KSP Indosurya Cipta, Suwito Ayub (SA), yang telah dinyatakan buron masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) dalam kasus dugaan penipuan penggelapan, investasi, dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) terkait investasi Indosurya.
Direktur Tipideksus (Dirtipideksus) Bareskrim Polri, Brigjen Pol. Wishnu Hermawan, dikutip dari Antara, Jumat (4/3), menyampaikan, SA melarikan diri setelah penyidik mengecek keberadaan yang bersangkutan di rumahnya.
Penyidik mengecek langsung keberadaan SA karena dia tidak dapat memenuhi panggilan. Dia menyampaikan surat tidak bisa memenuhi panggilan karena sakit. Penyidik akan membuktikan kondisi yang bersangkutan.
“Ternyata saudara Suwito Ayub tidak berada di tempat tinggalnya, dalam arti telah melarikan diri,” ujarnya.
SA diduga melarikan diri ke luar negeri menggunakan paspor paslu. Pihak kepolisian pun lantas menelusuri yang bersangkutan dan didapat informasi melintas ke Singapura pada akhir November tahun lalu. Dia diduga menggunakan identitas berbeda dengan data di Bareskrim Polri.
“Diduga menggunakan paspor palsu,” ujarnya kepada wartawan pada hari ini.
Selain mencari Suwito, penyidik Polri juga tengah menelusuri aset-aset para tersangka untuk disita agar bisa dikembalikan kepada korban-korbannya.
Dalam kasus ini, penyidik telah menetapkan 3 orang tersangka. Penyidik telah menangkap dua tersangka lainnya, yakni Ketua KSP Indosurya Cipta, Henry Surya (HAS); dan Direktur Keuangan KSP Indosurya Cipta, June Indria (JI).
Ketiganya disangkakan melakukan tindak pidana Perbankan dan atau tindak pidana penggelapan dan atau tindak pidana penipuan/perbuatan curang dan tindak pidana pencucian uang.
Atas perbuatan tersebut, mereka disangka melanggar Pasal 46 Undang-Undang (UU) Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan dan atau Pasal 372 KUHP dan atau Pasal 378 KUHP dan Pasal 3 dan atau Pasal 4. Kemudian, Pasal 5 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
Kasus ini berawal dari penghimpunan dana diduga secara ilegal menggunakan badan hukum Koperasi Simpan Pinjam Indosurya Inti/Cipta yang dilakukan sejak November 2012 sampai dengan Februari 2020.
Tersangka HS diduga menghimpun dana dalam bentuk simpanan berjangka dengan memberikan bunga 8–11%, kegiatan tersebut dilakukan di seluruh wilayah Indonesia dengan tanpa dilandasi ijin usaha dari OJK. Kegiatan itu berakibat gagal bayar.
HS yang menjabat sebagai ketua Koperasi Simpan Pinjam Indosurya Inti/Cipta memerintahkan tersangka lainnya JI dan tersangka SA untuk menghimpun dana masyarakat menggunakan badan hukum Kospin Indosurya Inti/ Cipta.