Jakarta, Gatra.com- Pandemi COVID-19 menjadikan seseorang lebih sering meeting secara online. Bersamaan dengan itu, penggunaan headset menjadi lebih maksimal untuk menangkap percakapan saat berkegiatan secara daring.
Nah perlu batasan-batasan dalam menggunakan headset, baik saat meeting online maupun untuk kegiatan hiburan. Pasalnya, penggunaan headset yang berlebih akan mengakibatkan gangguan pendengaran.
Prevalensi global gangguan pendengaran tingkat sedang hingga berat meningkat 12,7% pada usia 60 tahun. Kemudian menjadi lebih dari 58% pada usia 90 tahun.
Pengurus Pusat Perhimpunan Dokter Spesialis Telinga Hidung Tenggorokan Bedah Kepala Leher Indonesia (PP PERHATI KL), Jenny Bashiruddin menjelaskan penggunaan headset perlu dibatasi. Sebab kebiasaan menggunakan headset dengan volume tinggi akan berisiko memunculkan gangguan pendengaran.
“Untuk penggunaan headset volumenya tentu tidak boleh besar-besar, setidaknya 60% dari volume yang ada,” katanya dalam keterangan tertulis yang dikutip dari sehatnegeriku.kemenkes.go.id, Jumat (4/3)
Lebih lanjut dr Jhonny menjelaskan, setelah 1 jam menggunakan headset harus dihentikan dan istirahat selama 1 jam. Dengan demikian kesehatan pendengaran akan tetap terjaga dan bahaya menggunakan headset bisa diminimalisir.
Selanjutnya diperlukan pemeriksaan telinga secara rutin untuk membersihkan kotoran telinga. Kalau kotoran telinga atau serumennya itu biasa saja, bisa dilakukan pemeriksaan enam bulan sekali. Tapi kalau serumennya itu cepat mengeras maka pemeriksaan dilakukan 3 sampai 4 bulan sekali.
Pada prinsipnya, lanjut Jenny, telinga itu terdapat kelenjar sebasea dan kelenjar serumen yang akan menghasilkan kotoran di sepertiga lubang. Sehingga seharusnya kotoran tersebut bisa keluar sendiri dan kalaupun mau dibersihkan itu tidak boleh menggunakan cutton bud.
Hal itu akan merusak sehingga sebaiknya hanya bagian luar saja yang dibersihkan, di lap, dan tidak boleh sampai masuk ke dalam telinga, karena yang boleh membersihkan harus dokter atau petugas kesehatan.
“Kita tidak merekomendasikan untuk dibersihkan sendiri, jadi caranya kalau memang kotorannya cepat banget ada harus enam bulan sekali dibersihkan,” ucap Jenny.
Selain itu diperlukan pemeriksaan untuk mengetahui tingkat pendengaran. Bagi pegawai dengan tempat kerja yang bising melebihi 85 desibel, maka pemeriksaan pendengaran dianjurkan 1 tahun sekali.
“Tapi kalau dia bekerja tidak di tempat bising, tentunya pemeriksaan pendengarannya tidak usah 1 tahun sekali, bisa 2 atau 3 tahun sekali,” tambah Jenny.
Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementeriaan Kesehatan (Kemenkes), dr. Maxi Rein Rondonuwu mengatakan kesehatan pendengaran merupakan hal penting untuk diwujudkan di seluruh siklus hidup manusia.
Adapun gangguan pendengaran mampu diatasi apabila dapat diidentifikasi tepat waktu. Jadi deteksinya secara dini dan segera mendapatkan perawatan yang tepat.
“Gangguan pendengaran dapat dicegah melalui tindakan preventif seperti menghindari suara bising dalam kegiatan sehari-hari. Orang dengan risiko gangguan pendengaran agar melakukan pemeriksaan secara berkala,” kata dr Maxi.