Sarolangun, Gatra.com- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melalui wakil ketua Lili Pintauli Siregar mengadakan kegiatan penyuluhan anti korupsi bagi anggota DPRD Kabupaten/Kota se Provinsi Jambi, Selasa (1/3).
Dalam kesempatan tersebut, pengurus DPD Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Kabupaten Sarolangun, Jambi meminta pihak KPK untuk mengambil alih kelanjutan penyelidikan kasus dugaan korupsi Izin Usaha Pertambangan (IUP) batu bara Sarolangun yang saat ini ditangani pihak Kejagung.
"Kami meminta agar kasus ini dapat diambil alih oleh KPK, demi tegaknya hukum dan kepastian hukum yg sedang berjalan," kata Wakil Ketua bidang Hukum & HAM DPD KNPI Kabupaten Sarolangun, Edoar Fadli kepada Gatra.com, selasa (1/3).
Ia mengatakan kasus tersebut harus diambil alih KPK sesuai Undang-Undang. karena Kejaksaan Agung dinilai belum mampu dan tidak bisa diharapkan untuk membongkar kasus tersebut lebih jauh, Karena hingga saat ini belum ada satupun Pejabat Negara Yang ditetapkan tersangka.
"Bertahun-tahun Kasus ini tidak selesai-selesai hingga dan akan terus menjadi pertanyaan di tengah masyarakat Jambi," ujarnya.
Menurut Pria Yang juga berprofesi Advokat ini KPK bisa mengambil alih kasus ini karena menimbang terdapat keadaan lain yang membuat penanganan kasus ini sulit dilakukan secara baik dan bertanggung jawab.
"Hal itu diatur dalam Pasal 10A ayat (2) huruf f UU No. 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas UU No. 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi," kata Edoar Fadli.
Sebagai informasi, kasus Izin Usaha Pertambangan (IUP) batu bara Sarolangun yang saat ini tengah ditangani oleh
Kejaksaan Agung RI, telah menetapkan enam orang tersangka yakni Matlawan Hasibuan selaku Komisaris PT Tamarona Mas Internasional, BM selaku Direktur Utama PT Indonesia Coal Resources, MT selaku pemilik PT RGSR, Komisaris PT Citra Tobindo Sukses Perkasa, ATY selaku Direktur Operasi dan Pengembangan, AL selaku Direktur Utama PT Antam, dan HW selaku Senior Manager Corporate
Strategic Development PT Antam.
Keenam tersangka tersebut saat ini telah di tahan pihak Kejagung, kasus ini mengakibatkan kerugian keuangan negara senilai Rp91,5 miliar.