Kiev, Gatra.com - Serangan artileri Rusia membombardir distrik perumahan di kota terbesar kedua Ukraina Kharkiv pada Senin. Moskow menghadapi tekanan dunia internasional yang trus meningkat karena pembicaraan penyelesaian konflik gagal membuat terobosan baru.
Para pejabat Ukraina mengatakan serangan di Kharkiv telah menewaskan warga sipil, termasuk anak-anak.
Rusia menghadapi gejolak ekonomi ketika negara-negara Barat, bersatu dalam kecaman atas serangannya, melalui sanksi yang diserukan di seluruh dunia, Targetnya Presiden Vladimir Putin dan orang-orang kepercayaannya.
Uni Eropa memberlakukan sanksi baru terhadap oligarki dan pejabat Rusia serta sejumlah anggotanya dan mendesak blok tersebut untuk memulai pembicaraan tentang aksesi Ukraina.
Presiden Ukraina, Volodymyr Zelenskiyy menandatangani surat yang secara resmi meminta keterlibatan UE. Sebuah pernyataan tegas tentang komitmen terhadap sikap Barat.
Sebaliknya, Putin tidak menunjukkan tanda-tanda mempertimbangkan kembali apa yang dia lakukan terhadap Ukraina sejak invasi Kamis lalu, dalam upaya menarik pasukannya ke Moskow.
Dia menyebut sikap Barat sebagai "kerajaan kebohongan" dan membalas sanksi baru dengan menopang mata uang rubel Rusia yang runtuh.
Invasi Rusia - serangan terbesar di negara Eropa sejak Perang Dunia Kedua - telah gagal mencapai keinginan yang diharapkan Putin, dan Kharkiv di timur laut Ukraina, telah menjadi medan pertempuran utama.
Kepala administrasi regional Oleg Synegubov mengatakan artileri Rusia telah menggempur distrik perumahan, meskipun tidak ada tentara Ukraina atau infrastruktur strategis di sana.
“Sedikitnya 11 orang tewas,” katanya, dikutip Reuters, Senin (28/2).
"Ini terjadi pada siang hari, ketika orang-orang keluar ke apotek, untuk membeli bahan makanan dan air minum. Itu kejahatan," tambahnya.
Wali Kota Kharkiv, Igor Terekhov, mengatakan empat orang tewas akibat serangan bom setelah keluar dari tempat perlindungan untuk mengambil air. Dilaporkan mereka sebuah keluarga dengan tiga anak tewas terbakar di dalam mobil.
Sebelumnya, penasihat Kementerian Dalam Negeri Ukraina Anton Herashchenko mengatakan serangan roket Rusia di Kharkiv telah menewaskan puluhan orang.
Sebaliknya, Duta Besar Moskow untuk PBB, berbicara di New York, mengatakan kedatangan tentara Rusia tidak menimbulkan ancaman bagi warga sipil.
Gambar dari perusahaan satelit AS Maxar menunjukkan konvoi militer Rusia membentang lebih dari 27 km dan bergerak lebih dekat ke ibukota, Kiev, meski masih di bawah kendali pemerintah Ukraina.
Di jalan-jalan kota Kiev, papan tanda yang biasanya digunakan untuk peringatan lalu lintas dicoret-coret dan memberi pesan: "Putin kalah perang. Seluruh dunia bersama Ukraina."
“Pertempuran juga terjadi sepanjang Minggu malam di sekitar kota pelabuhan Mariupol," kata kepala pemerintahan daerah Donetsk, Pavlo Kyrylenko.
Dia tidak menyebut apakah pasukan Rusia telah merebut atau kehilangan wilayah tersebut.
Kantor berita Interfax melaporkan, pasukan Rusia merebut dua kota kecil di tenggara Ukraina dan daerah sekitar pembangkit listrik tenaga nuklir.
Pembicaraan Gencatan Senjata
Pembicaraan antara kedua belah pihak yang diadakan di perbatasan antaranya Ukraina dengan Rusia di Belarusia, belum membuahkan hasil.
Ukraina menyebut ingin segera dilakukan gencatan senjata dan penarikan pasukan Rusia. Namun, Kremlin menolak mengomentari itu.
Penasihat presiden Ukraina Mykhailo Podolyak mengatakan pertemuan tersebut berakhir dengan para delegasi kembali ke ibu kota untuk konsultasi lebih lanjut, sebelum putaran kedua negosiasi kembali dijadwalkan.
"Pihak Rusia, sayangnya, masih memiliki pandangan yang sangat bias tentang proses destruktif yang telah diajukan," cuit Podolyak.
Kepala delegasi Rusia Vladimir Medinsky mengatakan kepada wartawan bahwa “Yang paling penting adalah kami setuju untuk melanjutkan negosiasi."
Rusia menyebut tindakannya di Ukraina sebagai "operasi khusus" dan itu dikatakan tidak dirancang untuk menduduki wilayah namun untuk menghancurkan kemampuan militer tetangga selatannya, dan menangkap apa yang dianggapnya sebagai sikap “nasionalis berbahaya”.
Amerika Serikat memberlakukan sanksi baru pada bank sentral Rusia dan sumber kekayaan lainnya pada hari Senin, dan banyak perusahaan Barat mulai melepaskan diri dari kegiatan bisnis di Rusia.
Selama akhir pekan, beberapa bank Rusia dilarang menggunakan sistem pembayaran internasional SWIFT.
Akibatnya, rubel jatuh 32 persen terhadap dolar sebelum menutup perdagangan. Bank sentral Rusia menaikkan suku bunga utamanya menjadi 20 persen dari 9,5 persen. Pihak berwenang mengatakan kepada perusahaan yang melakukan ekspor untuk siap menjual mata uang asing.
Di Brussel, kepala kebijakan luar negeri Uni Eropa Josep Borrell mengatakan sanksi Uni Eropa tetap akan merugikan Eropa juga. "Tetapi kita harus siap membayar harganya, atau kita harus membayar harga yang jauh lebih tinggi di masa depan," katanya.
Akibat invasi tersebut telah membawa hubungan antara Amerika Serikat dan Rusia, atau dua kekuatan nuklir terbesar dunia itu menuju ke titik terburuk dalam beberapa tahun terakhir.
Amerika Serikat mengusir 12 diplomat Rusia di PBB, dengan alasan masalah keamanan nasional. Sebaliknya, Rusia menilai tindakan itu sebagai "permusuhan".
“Rusia belum menunjukkan sikap untuk menciptakan "mekanisme dekonflik" dengan Amerika Serikat atas konflik Ukraina,” kata Pentagon, Senin.
Kedua negara memiliki cara pandang seperti di wilayah lain, katakanlah Suriah, keduanya beroperasi dalam jarak yang berdekatan.