Pati, Gatra.com- Nelayan Juwana, Kabupaten Pati, Jawa Tengah mengeluhkan banyaknya kendala yang dihadapi agar kembali bisa melaut. Imbasnya, ratusan kapal eks cantrang (sekarang jaring tarik berkantong) hanya tertambat karena berbulan-bulan tidak dapat berlayar.
Perwakilan Nelayan Juwana, Hadi Sutrisno mengatakan, khusus untuk kapal jaring tarik berkantong di Juwana saja, terdapat sebanyak 300-an. Dari jumlah tersebut, 50 persen lebih kapal masih terparkir dan belum bisa melaut karena terganjal perizinan.
"Menindaklanjuti keluh kesah nelayan Pati dan Rembang. Khususnya dalam proses perizinan, banyak sekali kendala. Padahal dari intruksi menteri diadakan gerai-gerai lagi, tetapi kendalanya di lapangan macem-macem, ini adalah hal yang harus diketahui pak menteri. Karena lebih dari 50 persen kapal belum bisa melaksanakan perizinan atau perizinannya belum selesai," ujarnya, Senin (28/2).
Ia menyebutkan, sebanyak ratusan nelayan jaring tarik berkantong belum bisa melaut dan nasibnya terkatung-katung. Sehingga perlu respon cepat dari tingkat pusat hingga bawah untuk mengentaskan persoalan di lapangan.
"Teman nelayan ini berbulan-bulan menganggur karena menunggu perizinan yang tidak selesai-selesai. Padahal sebelumnya oleh bapak menteri agar diadakan gerai lagi dan personel cek fisik sesuai intruksi menteri yang kemarin itu statemen pak Dirjen melalui Humas KKP akan memberikan pelayanan terbaik, akan mempercepat tidak akan menghambat proses dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya," bebernya.
Adapun kendala yang dihadapi nelayan eks cantrang adalah terkait kepengurusan dokumen, cek fisik kapal, dan khususnya terkendala finansial karena kepengurusan tetek bengek dari nol hingga tuntas membutuhkan dana yang tidak sedikit.
"Kendala paling berat untuk pendanaan karena semuanya proses dari nol lagi. Pungutan 1 ton misalnya Rp1.680.000, kalau 100 ton berarti Rp168.000.000. Belum lagi proses perubahan gross akte, surat ukur, proses penerbitan dokumen lainnya, itu juga butuh biaya," tuturnya.
Dalam prosesnya nelayan berharap, diberikan diskresi sambil menunggu penyelesaian perizinan peralihan eks cantrang ke jaringan tarik berkantong. Paling tidak, nelayan diperbolehkan untuk melakukan trip satu hingga tiga kali. Agar persoalan finansial dalam perizinan tersebut bisa ter-cover.
Hanya saja, sementara ini harapan diskresi belum terpenuhi. Dan nelayan dipaksa untuk menyelesaikan perizinan. Nyatanya, dalam mengurus perizinan masih banyak kendala yang masih mengganjal di lapangan.
"Meski begitu, kami mengapresiasi pak menteri Trenggono yang sudah memberikan legalitas kepada teman eks cantrang. Untuk merubah alat tersebut menjadi jaring tarik berkantong. Dan ini sungguh kebijakan yang sangat dinanti para nelayan," ungkapnya.
Anggota Komisi II DPR RI, Riyanta yang mendengar keluhan nelayan meminta agar pemerintah meninjau kebijakan yang dinilai memberatkan nelayan. Terlebih nelayan di Juwana sangat besar jumlahnya, untuk kapal saja berjumlah 2.000 lebih. Belum lagi orang yang menggantungkan hidup dari usaha perikanan lainnya.
"Agar dibantu terkait perizinan kapal. Dari sisi kebijakan itu sudah betul, tetapi dari sisi praktik itu belum sesuai dengan kebijakan. Keterkaitan dengan kebutuhan nelayan, terkait tingginya PNBP dan PHP ini mohon agar pemerintah merekonstruksi kembali. Prinsipnya masyarakat agar bisa bekerja. Kebijakan pengukuran ulang, sama SIPI agar segera dientaskan," terangnya.