Jakarta, Gatra.com – Perang antara Ukraina dan Rusia tidak terhindarkan pekan ini. Bentrok militer terjadi setelah Presiden Rusia, Vladimir Putin resmi mengumumkan operasi militer khusus di Donbas (Ukraina Timur). Situasi semakin kritis setelah berjatuhannya korban sipil dan militer.
Ukraina memang telah mendapatkan bala bantuan, pasukan dari North Atlantic Treaty Organization (NATO) sigap merespons serangan Rusia ke Ukraina. Sekretaris Jenderal NATO Jens Stoltenberg pada Jumat (25/2) mengatakan, NATO mengerahkan elemen pasukan respons cepatnya ke Ukraina. Pasukan NATO yang diterjunkan untuk Ukraina tersebut terdiri dari pasukan darat, udara, laut dan operasi khusus di wilayah sekutu.
Sembari menyampaikan ketegasan sikap NATO, Stoltenberg menyebut, Rusia berusaha untuk menggulingkan pemerintah Ukraina. “Kami melihat retorika, pesan, yang sangat menunjukkan bahwa tujuannya adalah untuk menghapus pemerintah yang terpilih secara demokratis di Kyiv Ukraina,” kata Stoltenberg dalam konferensi pers setelah pertemuan virtual dengan para pemimpin NATO.
Pengamat Militer dan Pertahanan Wibisono mengatakan, peristiwa ini dapat memantik awal perang dunia ketiga. “Situasi yang kritis membuat NATO menerjunkan pasukan udara hingga operasi khusus,” kata Wibisono dalam keterangannya di Jakarta, Sabtu (26/2). NATO juga menyuplai lebih banyak senjata ke Ukraina.
Beberapa dari 30 sekutu NATO mengumumkan jenis senjata yang akan mereka suplai ke Ukraina, termasuk pertahanan udara, tanpa memberikan rincian. Sekjen NATO, lanjut Wibisono, menegaskan bahwa sekutu NATO tetap berkomitmen mendukung Ukraina di tengah konflik dengan Rusia.
Secara terpisah, Jerman mengumumkan akan mengerahkan kompi pasukan ke Slovakia di mana tentara akan membangun bagian dari kelompok perang NATO baru yang akan dibentuk guna membendung latihan militer gabungan yang dilakukan tentara Rusia dan Belarusia, di perbatasan Rusia barat laut dengan Eropa.
Dampak Perang Ukraina - Rusia terhadap Indonesia?
Wibisono berpendapat, Pemerintah Indonesia seharusnya mengecam keras invasi Rusia terhadap Ukraina, dan menyerukan perdamaian ke PBB. Selain itu, Indonesia patut mewaspadai dampak perang Rusia-Ukraina bagi perekonomian Indonesia.
“Sejumlah langkah strategis harus disiapkan secara matang mengantisipasi kemungkinan terburuk bagi kondisi sosial-politik di Indonesia, dominonya yang paling penting adalah harga pangan impor naik diikuti kenaikan barang lokal, biaya logistik melonjak, harga BBM menanti subsidi yang lebih besar, lonjakan harga minyak tak dapat dihindari,” ujar lelaki yang karib disapa Wibi itu.
Selanjutnya, Indonesia juga harus mewaspadai kemungkinan negara tertentu mengambil kesempatan ketika dunia internasional sibuk menghadapi Rusia. “Gelar operasi militer di Laut Natuna Utara harus tetap dilaksanakan. Jangan sampai terjadi serangan mendadak yang dapat merugikan pertahanan Indonesia,” kata Wibi.
NATO dipimpin Amerika Serikat ternyata gagal melaksanakan diplomasi pertahanan untuk mencegah perang. “Kepentingan NATO juga belum tentu dibuktikan untuk membela Ukraina sebagai salah satu anggotanya,” ucapnya.
Ia menyebut, langkah NATO tampak kurang jitu dalam kurang jitu dalam mengantisipasi ekslasi konflik di Ukraina. “Sejak 2014, NATO tidak memberikan reaksi yang proporsional terhadap Rusia. Strategi pendangkalan NATO juga tidak efektif mencegah Presiden Vladimir Putin memerintahkan operasi militer secara masif,” pungkasnya.