Jakarta, Gatra.com- Kelompok aktivis 98 menolak keras penundaan pemilu 2025. Mereka menilai penundaan pemilu melanggar konstitusi, anti demokrasi dan sikap otoritarian. Sikap ini balik seperti akhir Orde Lama yang 10 tahun tidak ada Pemilu yang berujung meletusnya G30S/PKI.
Ketua Ikatan Aktivis 98, Immanuel Ebenezer menegaskan, sejumlah partai politik yang mendukung pemilu ditunda akan mendapat karma politik. "Kami menilai penundaan ini tidak bisa dibenarkan apapun alasannya karena melanggar cita cita reformasi. Pastinya ada syahwat dan nafsu politik yang membidani hasrat penundaan pemilu," kata Immanuel melalui keternagan tertulisnya, Sabtu (26/2).
Ketua Jokowi Mania (Joman) itu menegaskan penundaan pemilu tidak dimungkinkan tanpa Amendemen Konstitusi atas Pasal 7 UUD NRI Tahun 1945. Sementara, pasal 7 Undang-undang Dasar tegas menyebutkan bahwa jabatan presiden itu selama 5 tahun, tidak lebih tidak kurang. "Perubahan konstitusi memang dibenarkan. Tapi akan muncul pertentangan yang lebih besar, konflik dan kegaduhan baru," ucapnya.
Noel sapaan Immanuel menyebut, wacana itu sudah melanggar ketentuan soal masa jabatan Presiden dalam UUD 1945 dan tidak selaras dengan semangat demokrasi. Karena itu, Noel meminta semua elite politik agar patuh terhadap konstitusi.
“Ikatan aktivis 98 dan Joman meminta kepada seluruh elite politik dan pemimpin bangsa untuk taat dan patuh terhadap konstitusi, UUD 1945, serta tetap merawat demokrasi dan semangat Reformasi 1998,” tandas Noel.
Komisaris BUMN Pupuk ini meminta agar tidak lagi ada elit politik yang mendorong pemerintah melakukan penundaan pemilu. Sebab, langkah ini blunder besar dan dikhawatirkan adanya konflik yang bermula dari ketidakpuasan di akar rumput.
Noel juga mencurigai ada elit yg ingin menjerumuskan presiden agar legacy di periode keduanya ini rusak. "Keputusan PDIP yang menolak gagasan tiga periode sangat rasional dan bermoral dengan tetap konsisten menjaga kontitusi, demokrasi juga cita2 reformasi 98," pungkasnya.