Jakarta, Gatra.com – Dunia mengutuk pelanggaran Rusia atas integritas teritorial Ukraina, setelah Kremlin menginvasi wilayah bekas Uni Soviet tersebut. Pada 24 Februari 2022, negara yang terletak di Eropa Timur itu resmi menjadi target operasi militer Rusia. Tentara Rusia melancarkan operasi militer ke wilayah Donbass yang bertujuan untuk membela pemberontak pro-Moskow yang ingin memisahkan diri dari wilayah Ukraina.
Associated Press (AP) melaporkan terjadi ledakan di Kyiv saat presiden Vladimir Putin mengumumkan serangan ke Ukraina. Pada serangan awal dilaporkan sedikitnya 40 tentara Ukraina tewas dalam serangan. Rudal Rusia menghujani sejumlah sasaran di Ukraina saat regu pasukan Kremlin merangsek ke perbatasan negara tersebut.
Pengamat militer dan pertahanan Susaningtyas Nefo Handayani Kertopati mengatakan, perang antara Ukraina melawan Rusia meletus seperti banyak diperkirakan oleh para pakar. Konflik menahun sejak wilayah Ukraina di Krimea diduduki Rusia pada 2014 berujung serbuan Rusia di bagian Timur Ukraina.
“NATO dipimpin Amerika Serikat ternyata gagal melaksanakan diplomasi pertahanan untuk mencegah perang. Kepentingan NATO juga belum tentu dibuktikan untuk membela Ukraina sebagai salah satu anggotanya,” ujar Nuning dalam keterangan yang diterima Gatra.com, Sabtu (26/2).
Menurut Nuning, sejak 2014, NATO tidak terlihat memberikan reaksi proporsional terhadap Rusia. “Strategi pendangkalan NATO juga tidak efektif mencegah Putin memerintahkan operasi militer secara massif,” katanya.
Perang yang terjadi di Kawasan Balkan saat ini, lanjut Nuning, dikategorikan sebagai perang asimetris dari perspektif Ilmu Pertahanan. “Rusia adalah kekuatan yang superior dan Ukraina adalah kekuatan yang inferior. NATO berusaha menancapkan kekuasaannya di Ukraina yang secara geografis berbatasan langsung dengan Rusia,” Nuning menjelaskan.
Bagaimana dengan kalkulasi kekuatan militer kedua negara?. Wanita yang juga pakar intelijen itu menyebut, secara kekuatan dan anggaran perang, Rusia jelas lebih unggul. “Di atas kertas Rusia pasti ingin melaksanakan perang dalam waktu secepat-cepatnya, sementara Ukraina pasti melancarkan perang berlarut,” ujarnya.
Meski demikian, bukan berarti militer Ukraina akan menyerah dari gempuran Kremlin. Penguasaan medan lapangan, strategi, dan logistik akan menjadi penentu babak akhir dari invasi tersebut. “Sejarah menunjukkan bahwa kekuatan superior seperti Rusia ternyata kalah di Afghanistan. Amerika Serikat juga kalah di Vietnam dan Afghanistan,” ucapnya.
Dalam pandangan Nuning, terdapat beberapa skenario yang dapat ditempuh dunia internasional untuk mengakhiri perang. Pertama, gencatan senjata dan turun tangannya PBB. Kedua, NATO mengerahkan kekuatan penuh mengalahkan Rusia dan memukul Rusia di wilayahnya sendiri. Ketiga, Ukraina menang perang berlarut.
Ia menambahkan, pemerintah Indonesia perlu mewaspadai dampak perang terhadap perekonomian Indonesia. “Sejumlah langkah strategis harus disiapkan secara matang mengantisipasi kemungkinan terburuk bagi kondisi sosial-politik di Indonesia. Jadi, efek dominonya yang paling penting adalah harga pangan impor naik diikuti kenaiakan barang lokal, biaya logistik melonjok, harga BBM menanti subsidi yang lebih besar, lonjakan harga minyak tak dapat dihindari,” pungkasnya.