
Jakarta, Gatra.com – Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) merilis temuannya terkait konflik pengukuran lahan dan rencana penambangan batu andesit untuk pembangunan bendungan yang terjadi di Desa Wadas, Kecamatan Bener, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah. Investigasi itu berlangsung selama 11–14 Februari 2022.
Tim Pemantauan dan Penyelidikan Komnas HAM RI menyimpulkan, sedikitnya sembilan poin temuannya di lapangan. Temuan itu menunjukkan bahwa aparat Polda Jawa Tengah menggunakan kekuatan berlebihan atau excessive use of force dalam menangani kasus pengukuran lahan. Ini terlihat dari pengiriman personel dalam jumlah yang banyak, melakukan penangkapan, hingga melakukan kekerasan terhadap warga.
Selain itu, adanya pengabaian hak bagi warga negara. Pengabaian hak ini terbagi menjadi tiga. Pertama, pengabaian hak bagi warga yang menolak penambangan. Komnas HAM menilai, warga yang menolak harusnya tetap bisa dihargai dan tidak disikapi oleh polisi secara berlebihan.
Kedua, pengabaian hak anak untuk diperlakukan berbeda dengan orang dewasa saat berhadapan dengan proses hukum atau penangkapan dan jaminan masa depan untuk tidak terlibat menyaksikan serta mengalami tindakan aparat yang berlebihan. Ketiga, pengabaian hak atau tidak dipenuhinya hak warga yang ditangkap oleh kepolisian.
"Dampak peristiwa pada 8 Februari 2022 di Desa Wadas, masyarakat mengalami luka fisik dan traumatik, khususnya perempuan dan anak-anak yang menjadi pihak paling rentan," kata Komisioner Komnas HAM, Beka Ulung Hapsara, saat konferensi pers di kantor Komnas HAM, Kamis (24/2).
Berikut kesimpulan lengkap dari investigasi yang dilakukan oleh Komnas HAM:
1. Sebelum peristiwa kekerasan tanggal 8 Februari 2022, terdapat pengabaian hak FPIC (Free and Prior Informed Consent) bahwa masyarakat memiliki hak untuk memberikan atau tidak memberikan persetujuan mereka atas setiap proyek quarry batuan andesit, yang berpotensi menimbulkan dampak terhadap lahan, mata pencaharian, dan lingkungan mereka.
2. Minimnya sosialiasi informasi akurat dari Pemerintah dan Pemrakarsa pembangunan Bendungan Bener tentang rencana proyek, dampak, dan tidak adanya partisipasi menyeluruh masyarakat menjadi pemicu ketegangan antar-warga maupun warga dengan pemerintah.
3. Bahwa kondisi saat ini masyarakat Wadas mengalami kerenggangan dalam relasi sosial, mereka terbagi atas 2 kelompok, yakni warga yang mendukung penambangan quarry dan sebaliknya warga menolak penambangan quarry.
4. Bahwa pada 8 Februari 2022, benar terjadi tindakan penggunaan kekuatan secara berlebihan/excessive use of force oleh Polda Jawa Tengah yang ditandai dengan pengerahan personel dalam jumlah besar dan adanya tindakan kekerasan dalam proses penangkapan.
5. Adanya pengabaian hak perlindungan integritas personal warga negara dalam upaya mempertahankan lingkungan dan kehidupannya. Sikap penolakan warga atas penambangan quarry harusnya tetap dihargai dan tidak disikapi aparat Kepolisian secara berlebihan;
6).Adanya pelanggaran atas hak memperoleh keadilan dan hak atas rasa aman masyarakat. Terhadap sejumlah warga yang menolak, terjadi tindakan penangkapan disertai kekerasan yang dilakukan oleh aparat Kepolisian dalam tugas pengamanan pengukuran tanah pada 8 Februari 2022 di Wadas.
7. Adanya pengabaian hak anak untuk diperlakukan berbeda dengan orang dewasa saat berhadapan dengan proses hukum (penangkapan) dan jaminan masa depan untuk tidak terlibat menyaksikan dan mengalami tindakan excessive aparat Kepolisian.
8. Masih terdapat pengabaian/tidak dipenuhinya hak warga yang ditangkap oleh Kepolisian.
9. Dampak peristiwa pada 8 Februari 2022 di Desa Wadas, masyarakat mengalami luka fisik dan traumatik, khususnya perempuan dan anak-anak yang menjadi pihak paling rentan.