Jakarta, Gatra.com- Koordinator Tim Pakar dan Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Covid-19, Prof. Wiku Adisasmito, mengungkapkan tes Covid-19 yang saat ini banyak dilakukan masih didominasi untuk tujuan skrining. Hal ini terlihat dari tingginya proporsi rapid tes antigen dibandingkan tes PCR (polymerase chain reaction).
Dia menyebut di masa gelombang varian Delta, proporsi testing cenderung berimbang. "Hal ini dapat disebabkan karena varian Omicron cenderung memunculkan gejala yang lebih ringan bahkan tanpa gejala," Wiku menjelaskan, dalam konferensi pers bertemakan "Perkembangan Penanganan Covid-19 di Indonesia per 24 Februari 2022", yang disiarkan langsung melalui kanal YouTube BNPB Indonesia pada Kamis sore, (24/2).
Sebaliknya, kata dia, varian Delta cenderung memunculkan gejala yang lebih nyata dibandingkan varian Omicron. Akibatnya di masa Delta, proporsi PCR sebagai alat peneguhan diagnosa lebih banyak. Karena orang yang bergejala sedang hingga berat pun cenderung lebih banyak.
Sementara di masa Omicron, Wiku melanjutkan, orang cenderung bergejala ringan bahkan tanpa gejala, dan masih tetap beraktivitas normal. Dia juga menuturkan pada konferensi pers beberapa waktu lalu, di sana dia menyampaikan bahwa mobilitas nasional saat ini setara, bahkan lebih tinggi dibandingkan gelombang Delta. "Sehingga saat ini lebih banyak orang yang dites untuk tujuan skrining, terlihat dari proporsi rapid antigen yang lebih tinggi," Wiku menerangkan.
Di samping itu, dia mengatakan proporsi orang yang hasil tesnya positif dari keseluruhan orang yang dites Covid-19 (positivity rate) mingguan di Indonesia, per tanggal 20 Februari 2022 adalah 17,61 persen. "Meningkat cukup tajam dari positivity rate mingguan pada akhir Januari lalu [23 Januari 2022], yang hanya berada pada kisaran 1 persen [1,17 persen]," ucap Wiku.
Berkaca pada data yang demikian, dia mengimbau masyarakat Indonesia perlu untuk tetap waspada, mengingat tren kenaikan positivity rate mingguan masih belum menunjukkan tanda-tanda penurunan. "Hal ini menunjukkan masih tingginya potensi penularan di tengah masyarakat," ujar Wiku.
Terlebih juga, kata Wiku, hal ini terjadi di tengah kondisi capaian testing rapid antigen yang lebih besar. Artinya, banyak pula orang yang didapati positif melalui proses skrining, seperti syarat perjalanan dan aktivitas lainnya. "Tingginya angka positivity rate di tengah tingginya mobilitas ini, menunjukkan kesadaran protokol kesehatan masyarakat yang masih belum cukup baik," ucap dia.
Wiku mengatakan orang-orang yang beraktivitas dan melakukan perjalanan, ternyata masih banyak yang tertular virus corona. Meskipun pada akhirnya, orang-orang yang tertular itu dapat teridentifikasi positif berkat skrining yang dilakukan. "Kita justru seharusnya mencegah penularan untuk tidak terjadi sama sekali sejak awal," tutur dia.
Wiku menambahlam, mengakhiri rantai penularan Covid-19 hanya dapat dilakukan dengan penerapan disiplin protokol kesehatan (prokes) yang ketat. "Ingat, pemulihan ekonomi harus dilakukan dengan aman," ujar dia.
Wiku menyebut produktivitas masyarakat yang tidak aman, berpotensi menyebabkan lonjakan kasus virus menular tersebut yang justru menurunkan capaian ekonomi jauh lebih besar. Terlebih lagi, dia mengatakan semua juga bertanggung jawab melindungi kelompok rentan yaitu lanjut usia (lansia), anak-anak, serta orang-orang yang belum dapat divaksin.
"Jangan sampai ketidaktaatan kita akan protokol kesehatan, menempatkan kita sebagai bahaya laten bagi mereka. Ingat, bukan tidak mungkin kita ternyata tertular dan menjadi OTG [orang tanpa gejala]," Wiku mengingatkan.