Jakarta, Gatra.com- Wacana vaksin dosis ke empat mengemuka. Bahkan beberapa negara sudah dan mewacanakan melakukan itu, seperti Chili, Israel serta Jerman, Denmark dan Amerika Serikat.
"Memang ada beberapa negara yang sudah mulai menjajagi pemberian dosis ke empat atau booster ke dua. Antara lain Israel, Chili, Kamboja, Denmark, Swedia dan Jerman. Serta beberapa negara bagian di Amerika Serikat," kata pengamat kesehatan, Prof Tjandra Yoga Aditama kepada Gatra com, Kamis (24/2).
Mengenai hal itu, Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia itu mempertanyakan apakah hal itu perlu dilakukan?. "Apa tenaga kesehatan dan lain-lain perlu dapat booster lagi karena sudah lebih enam bulan yang lalu dapat booster, apa sekarang masih efektif melindungi," ungkap Prof Tjandra.
Lalu, lanjut mantan Direktur WHO Asia Tenggara itu, masyarakat juga akan mempertanyakan apakah sesudah booster keempat akan ada lagi berikutnya?. "Apakah nanti beberapa bulan lagi masih akan perlu booster lagi dan bila perlu maka kapan waktunya," ungkapnya.
Prof Tjandra memaparkan bahwa beberapa negara yang melakukan booster keempat adalah Israel, dimana ketika itu varian Delta sedang mendominasi. Hal itu menunjukkan bahwa imunitas sesudah booster yang dosis ke tiga dengan vaksin mRNA ternyata memang menurun sesuai waktu.
Berikutnya Inggris, menurut Prof Tjandra, imunitas yang didapat dari booster nampaknya lebih cepat menurun pada varian Omicron dibandingkan varian Delta.
"Laporan lain dari Amerika Serikat, Israel, Inggris menunjukkan bahwa booster dengan mRNA akan dapat melindungi terhadap kemungkinan masuk rumah sakit sampai lima bulan terhadap varian Delta dan sampai tiga bulan terhadap varian Omicron," jelasnya.
Kemudian merujuk data Centers for Disease Control Amerika Serikat, efektifitas vaksin m-RNA untuk mencegah seseorang masuk rumah sakit karena Omicron adalah 91% pada dua bulan pertama setelah disuntik booster. Kemudian menjadi 78% sesudah empat bulan disuntik booster
"Di masa Omicron ini maka efektifitas vaksin booster untuk mencegah pasien harus berobat jalan ke Instalasi Gawat darurat adalah 87% dan angka ini turun menjadi 66% sesudah 4 bulan disuntik booster," papar mantan Dirjen P2P & Ka Balitbangkes itu.
Nah berkaitan dengan penurunan efektivitas ini, Prof Tjandr menyebut ada dua pendapat dimana sebagian mengatakan bahwa walau turun tapi angka 78% masih cukup baik. Sementara pendapat lain mengatakan bahwa penurunan ini perlu diantisipasi dengan pemberian booster ke dua untuk kembali meningkatkan efikasinya.
Direktur Pasca Sarjana Universitas YARSI itu memaparkan beberapa pertimbangan tentang alasan melakukan vaksin booster kedua. Hal ini tergantung tujuannya, apakah untuk mencegah infeksi atau mencegah penyakit menjadi berat.
"Juga pertimbangan pada kelompok mana akan diberikan. Lalu berbagai jenis vaksin yang ada," ungkap Prof Tjandra.
Menurutnya, kalaupun pemberian booster kedua diberikan, maka setidaknya diprioritaskan kepada kelompok khusus. Misalnya petugas kesehatan, atau juga kaum lansia dan mereka yang dengan ko-morbid cukup berat.
Wacana vaksinasi Covid-19 keempat juga sempat disinggung Wakil Menteri Kesehatan (Wamenkes) Dante Saksono Harbuwono. Ia menyebut ada peluang Indonesia bakal melakukan itu jika studi analisis di masa yang akan datang menunjukkan bukti empiris.
Namun, menurutnya, kebijakan suntikan vaksin Covid-19 dosis keempat itu tidak akan diberlakukan dalam waktu dekat. "Sekarang yang mesti kita kejar adalah bahwa kita mesti melakukan equal policy," kata Dante dalam acara daring, Rabu (23/2).
Memang pemerintah Indonesia masih fokus pada kebutuhan vaksinasi dosis satu dan kedua. Merujuk data Our World in data, per Rabu (23/2) total dosis yang diberikan di Indonesia sebanyak 342 juta dosis. Dimana orang yang telah divaksinasi secara tuntas ada 142 juta orang atau 51,8%