Sragen, Gatra.com- Ancaman longsor mengintai permukiman dan lingkungan berpenduduk padat di Dukuh Prayunan, Desa Kedungupit Sragen Jateng. Mereka tinggal di area pengikisan tanah di bantaran Sungai Bengawan Solo.
Warga yang tinggal berimpitan dengan bantaran kini kian waswas. Sejumlah rumah, madrasah hingga musala di tepi bantaran terancam hanyut. Tidak hanya itu, bahkan sejumlah makam yang ada di wilayah setempat sebagian sudah hilang hanyut tergerus longsor.
"Longsor sedikit-sedikit sudah sejak tahun 2016. Hampir tiap hujan deras dan arus sungai besar, areal bantaran selalu terkikis dan makin membahayakan," papar salah satu tokoh masyarakat Dukuh Prayunan, Subeno (46), Rabu (23/2).
Lokasi terparah ada di RT 30, Dukuh Prayunan di mana jarak antara sejumlah bangunan rumah dan fasilitas publik hanya tinggal beberapa meter dari bibir tebing sungai.
Subeno mengisahkan kondisi gerusan itu melanda wilayah Prayunan di garis sempadan sungai sepanjang hampir 2 kilometer atau Jembatan Sapen ke atas.
"Kalau lima kuburan sudah ada yang hanyut. Lalu ada satu rumah warga yang paling parah dan sudah dekat bibir sungai, tiap hujan deras dan sungai naik, dia ketakutan dan mengungsi ke tempat saudaranya," urai Subeno.
Atas kondisi itu, warga mendesak agar pemerintah melalui pihak terkait segera turun tangan melakukan pencegahan.
Kades Kedungupit, Eko Hartadi mengatakan Pemdes sudah berupaya memfasilitasi keluhan warga itu dengan mengajukan proposal ke Balai Besar Wilayah Sungai Bengawan Solo (BBWSBS) selaku pihak yang berwenang pada tahun 2018 lalu. Namun sampai sekarang tidak ada respon sama sekali.