Jakarta, Gatra.com- Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tangerang kembali menggelar sidang lanjutan perkara gugatan sengketa lahan di daerah Salembaran Jaya, Kosambi, Kabupaten Tangerang.
Pada persidangan kali ini, majelis hakim mendengarkan pendapat dari saksi ahli Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Budi Nurtjahyono dalam perkara saling klaim tanah tersebut.
Atas sengkarut tersebut, Budi sebagai saksi ahli menjelaskan bahwa girik yang dimiliki oleh pihak Ahmad Ghozali bukan sebagai bukti hak kepemilikan tanah. Ditegaskan bahwa kepemilikan hak atas tanah yang sah dan diakui negara adalah sertifikat.
"Itu [sertifikat] tertinggi di republik ini, tidak ada yang lain. Mudah-mudahan syarat itu bisa ditangkap oleh semua pihak bahwa girik hanya menunjukkan siapa pembayar pajak," jelas Budi, Rabu (23/02).
Perkara ini merupakan perseteruan kepemilikan tanah antara Tonny Permana dengan Ahmad Ghozali, keduanya saling mengklaim lahan seluas 2 Ha di pantai utara Tangerang itu adalah miliknya.
Dalam perkara tersebut, Tonny Permana menegaskan bahwa dirinya merupakan pemegang Sertifikat Hak Milik (SHM). Sementara Ahmad Ghozali menegaskan memiliki dokumen girik dan akta jual beli (AJB) tahun 2011 .
Dijelaskan Budi, keterangannya diperkuat dengan adanya Keputusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor Register 34/K/Sip/1960, sehingga bisa dijadikan yurisprudensi bahwa girik hanya menunjukkan siapa pembayar pajak, bukan sebagai bukti kepemilikan tanah.
"Girik sama sekali bukan bukti kepemilikan. Itu (girik) hanya menunjukkan siapa pembayar pajak, dimana dia berada tanahnya, siapa namanya. Saya katakan sah (girik), karena bayar pajak. Tapi kalau itu (girik) bukti kepemilikan, ya bukan bukti kepemilikan. Bukti kepemilikan adalah sertifikat tanah," jelasnya.
Dengan demikian, penjelasan yang disampaikan Budi dalam persidangan tersebut menerangkan bahwa sejatinya pemilik yang sah atas lahan tersebut adalah Tonny Permana, berdasarkan SHM sejak 1997.
Lebih lanjut dirinya juga menegaskan, dengan begitu, girik yang dimiliki Ahmad Ghozali tidak bisa membatalkan sertifikat. Sebab, kedudukan sertifikat tanah itu jauh lebih tinggi dibandingkan dari girik.
“Harus dilihat apakah girik tersebut benar keluaran dari Kantor Pajak Bumi, karena bukan rahasia umum banyak kasus-kasus di Breskrim dan di Polda saya dimintai menjadi ahli terhadap kejadian tersebut.” tegasnya.
Kemudian Budi menegaskan format girik harus benar sesuai waktu penerbitannya. “Tahun 1980 itu Direktorat IPEDA sudah bergabung ke Direktorat Jendral pajak pada tahun 1976 sehingga nama kantornya adalah Inpeski pajak IPEDA. Stampel atau Cap kantor digirik tahun 1976 adalah IPEDA, tetapi IPEDA apa itu? Daerah atau cabang atau pembaruan pengenaan atau kantor inspeksi dinas luar tingkat satu, perubahan itu ada waktu-waktunya.”
Pengacara Tonny Permana selaku penggugat, Hema A. M. Simanjuntak menjelaskan keterangan saksi ahli dalam persidangan ini sangat membantu untuk mengungkap fakta, bahwa girik itu tidak sebanding menggugat kepemilikan sertifikat.
“Kami akan memberi kesempatan kepada majelis hakim untuk menyimpulkan, namun kami sangat senang karena tujuan kami menghadirkan Pak Budi sebagai ahli goalnya tercapai menurut kami,” ujarnya.