Jakarta, Gatra.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sejak tahun 2012 hingga 2021 setidaknya telah menerbitkan Surat Perintah Penyidikan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) untuk 45 perkara.
Plt. Juru Bicara KPK, Ali Fikri, menjelaskan bahwa prinsip penerapan TPPU adalah ketika terdapat bukti permulaan yang cukup dugaan terjadinya perubahan bentuk dari hasil tindak pidana korupsi, baik perubahan itu menjadi aset-aset bernilai ekonomis, seperti properti, kendaraan, surat berharga, dan barang berharga lainnya.
"Sedangkan khusus dari tahun 2020 hingga saat ini, telah ada 10 Surat Perintah Penyidikan perkara TPPU," kata Ali kepada waratawan, Rabu (23/2).
Pada praktiknya, penerapan pasal TPPU pada perkara tindak pidana korupsi harus memenuhi berbagai unsurnya. "Meski demikian, apakah tindak pidana tersebut kemudian memenuhi unsur untuk dapat diterapkan pasal TPPU atau tidak, tentu goal-nya tetap sama, yaitu adanya upaya asset recovery hasil korupsi yang dinikmati oleh para koruptor," ujar Ali.
Prinsip ini dianggap penting bagi KPK saat ini dan diterapkan dalam setiap penyelesaian perkara Tindak pidana korupsi.
Terkahir dari perkara pajak dengan tersangka mantan petinggi Ditjen Pajak, Angin Prayitno Aji, tim penyidik telah melakukan penyitaan berbagai aset yang diduga terkait dengan perkara. Di antarnya berupa bidang tanah dan bangunan. Sejauh ini, aset-aset yang telah disita tersebut bernilai ekonomis sekitar Rp57 miliar.
Kemudian, penyidik telah melakukan penyitaan sekaligus dengan pemasangan plang sita pada beberapa aset yang diduga milik tersangka Bupati Probolinggo nonaktif, Puput Tantriana Sari. Adapun perkiraan nilai dai aset-aset yang disita sekitar Rp7 miliar.