Jakarta, Gara.com - Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai penetapan Nurhayati, pelapor kasus korupsi dana desa pada Desa Citemu, Kecamatan Mundu, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat (Jabar) Polres Cirebon Kota sebagai preseden buruk.
Peneliti ICW Kurni Ramadahan mendesak Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) mengambil langkah dalam memberikan perlindungan kepada Nurhayati. Hal ini sebagai bentuk dukungan upaya pemberantasan dan pencegahan korupsi di Indonesia.
“Sebab, mengacu konsideran UU PSK, untuk meningkatkan upaya pengungkapan secara menyeluruh suatu tindak pidana, khususnya tindak pidana transnasional yang terorganisasi, perlu diberikan perlindungan terhadap saksi pelaku, pelapor, dan ahli. Jadi, LPSK harus pro aktif mendampingi Nurhayati,” kata Kurnia, Rabu (23/2).
ICW juga mendesak KPK harus segera menyelesaikan sengkarut koordinasi antara Kejaksaan Negeri Cirebon dan Polres Cirebon.
“Yakni dengan cara melakukan koordinasi dan supervisi,” jelas Kurnia.
Desakan ICW bukan tanpa alasan. Karena pada tahun 2020 lalu, Presiden Joko Widodo telah mengeluarkan Peraturan Presiden No. 102 tahun 2020 (PerPres 102/2020) tentang Pelaksanaan Supervisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Di dalamnya termuat kewenangan lembaga anti-rasuah tersebut untuk mengawasi proses penanganan perkara korupsi yang ditangani oleh Kejaksaan dan Kepolisian.
Kewenangan itu secara jelas dituangkan dalam Pasal 6 ayat (1) PerPres 102/2020. Bahkan kewenangan untuk melakukan koordinasi dan supervisi juga sudah diatur dalam Pasal 6 juncto Pasal 8 huruf a UU No. 19 Tahun 2019, tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.