Banda Aceh, Gatra.com- Peternakan lebah madu diyakini bisa mendorong peningkatan ekonomi masyarakat. Hal ini bisa dilihat dari menggeliatnya peternakan madu lebah di Provinsi Aceh.
Potensi produksi madu di Aceh, memang sangat besar dan terus dikembangkan. Dengan harga Rp450 ribu-Rp600 ribu, bahkan Rp1 juta saat diekspor, produksi madu diharapkan dapat membantu UMKM Aceh bangkit dari pandemi.
Hal itu mengemuka di Festival Lebah Madu Indonesia (FELMI) yang digelar perdana di Aceh. Acara dengan tajuk "Belajar Hidup dari Lebah" ini digelar Yayasan Karsa Lagena Alam berkolaborasi dengan Gonna Bee Authentic dan Prodi Ekonomi Islam Universitas Syiah Kuala (USK).
Festival berlangsung pada 19 - 20 Februari 2022 di gedung ITLC Pemerintah Kota Banda Aceh dan Desa Lambadeuk.
"Event ini bertujuan untuk stimulasi membangkitkan ekonomi dimasa pandemi, terutama bagi pelaku UMKM di bidang agroforestry, menciptakan social impact di bagi generasi muda kawasan Aceh, serta meningkatkan kesadaran akan pentingnya sustainability dalam menjaga vegetasi dan koloni lebah di Aceh," papar ketua panitia Yoga Maulana, seperti dikutip dari rilis yang diterima Gatra.com, Senin, (21/02).
Menurut Yoga, permintaan madu di pasar belum tercukupi. Untuk itu, dengan ajang ini, masyarakat dapat memproduksi madu dan produk turunannya seperti propolis, beeswax, bee pollen, bee venom, dan beehive air.
"Produk-produk ini sangatlah potensial untuk ditawarkan pada marketplace lokal, nasional, maupun internasional," ujarnya.
Yoga menyatakan "Festival Lebah Madu Indonesia ini merupakan acara pertama yang diadakan di Aceh dengan tujuan dapat menghidupkan kembali perekonomian masyarakat Aceh.
Untuk itu, para peserta diberi pelatihan berkaitan dengan produksi madu, seperti membuat sabun propolis, juga budidaya aneka lebah seperti Kelulut, Trigona, Linot, Apis Cerana, Apis Malifera, dan Torasika.
Selain budidaya dan pelatihan produksi madu, juga digelar Seminar Internasional, Fun Camp, dan Terapi Hive Lebah.
Seminar bertajuk "Mengoptimalkan Peran Lebah Madu untuk Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat" tersebut diisi tiga pemateri yaitu, akademisi kelulut asal Malaysia, Abu Hasan B Abdul Jali; Ketua Umum Inspirator Lebah Madu Indonesia Debby Bustomi, dan Pembina Kelompok Galo-Galo Sumatera Barat, Rusdimansyah.
Wali Kota Banda Aceh, Aminullah Usman menyatakan potensi madu di Aceh masih sangat besar.
Ia menjelaskan, riset ilmiah membuktikan bahwa madu potensial sebagai antioksidan, anti mikroba, anti jamur, perawatan kulit, pengawet makanan, dan sebagai obat luka.
“Konsumsi madu penduduk Indonesia saat ini hanya 15 gram per kapita per tahun, sedangkan tingkat konsumsi madu masyarakat di negara-negara maju seperti Jepang, Jerman, Inggris, Perancis, dan Amerika Serikat mencapai 1000 - 1600 gram per kapita per tahun,” katanya.
Ia pun berharap ajang ini dapat meningkatkan produksi madu di Aceh dan dapat menopang kondisi ekonomi warga.
"Mudah-mudahan kegiatan Festival Lebah Madu Indonesia 2022 ini dengan berbagai rangkaian kegiatan dapat berjalan dengan lancar, meskipun gelaran ini kita laksanakan masih dalam suasana Covid-19, namun semangat yang kita rasakan pada hari ini tetap sama seperti biasanya dan sama sekali tidak berkurang,” ujarnya.