Home Hukum Jampidsus Kejagung Serahkan Hasil Penyidikan Korupsi Satelit kepada Jampidmil

Jampidsus Kejagung Serahkan Hasil Penyidikan Korupsi Satelit kepada Jampidmil

Jakarta, Gatra.com – Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) menyerahkan hasil penyidikan kasus Dugaan Tindak Korupsi Proyek Pengadaan Satelit Slot Orbit 123° Bujur Timur (BT) pada Kementerian Pertahanan (Kemhan) Tahun 2012–2021 kepada Jaksa Agung Muda Bidang Pidana Militer (Jampidmil).

“[Penyerahan hasil penyidikan ini] berdasarkan Nota Dinas Nomor: B-282/F/Fd.2/02/2022 tanggal 21 Februari 2022,” kata Leonard Eben Ezer Simanjuntak, Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung di Jakarta, Senin (21/2).

Penyerahan hasil penyidikan dilakukan untuk kepentingan penyidikan secara koneksitas dengan Penyidik Pusat Polisi Militer Tentara Nasional Indonesia (Puspom TNI) dikarenakan adanya dugaan keterlibatan dari unsur Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan sipil.

Menurut Leo, penyerahan hasil penyidikan ini merupakan tindak lanjut dari penyidikan kasus pengadaan satelit bahwa sebagaimana disampaikan Jaksa Agung ST Burhanuddin pada Senin (14/1) lalu, sesuai hasil gelar perkara oleh tim penyidik, terdapat dugaan keterlibatan oknum TNI dan sipil.

“Diduga ada keterlibatan dari unsur TNI dan unsur sipil sehingga para peserta dalam gelar perkara sepakat untuk mengusulkan penanganan perkara ini ditangani secara koneksitas,” ujar Leo.

Jampidsus Febrie Ardiansyah sebelumnya menyebutkan bahwa pihaknya juga sudah menemukan ada indikasi kerugian negara karena dalam sewa tersebut sudah dikeluarkan sejumlah uang sebesar Rp515.429 miliar. Ini merupakan temuan sementara yang akan terus didalami.

Menurutnya, dengan keterbukaan tersebut, perlu adanya pemahaman yang sama terhadap anatomi perkara yang terjadi, modus operandi, dan siapa yang berperan dalam tindak pidana korupsi proyek satelit tersebut yang kini sedang disidik.

Jaksa Agung Muda Intelijen Kejagung telah mencegah 3 orang saksi pergi ke luar negeri pada Jumat, 18 Februari 2022. Ketiganya yakni Presiden Direktur (Presdir) PT Dini Nusa Kusuma (DNK), AW; Konsultan Teknologi/Mantan Direktur Utama PT DNK Tahun 2016–2020, SCW; dan TAVDH (swasta) Warga Negara Amerika.

Kejagung mencegah ketiga orang di atas pergi ke luar negeri selama 6 bulan untuk mempermudah proses penyidikan, yakni jika suatu saat dilakukan pemanggilan, mereka berada di Indonesia. 

Kejagung pada Jumat (14/1), menyatakan bahwa pihaknya mulai menyidik kasus dugaan korupsi Proyek Pengadaan Satelit slot Orbit 123° BT pada Kemhan tahun 2015–2021.

Febrie mengatakan, pihaknya mulai menyidik kasus tersebut setelah menaikkannya dari penyelidikan. Adapun penyelidikan kasus ini berlangsung sepekan.

Dalam penyelidikan tersebut, penyelidik Kejagung telah memeriksa beberapa pihak, baik dari swasta atau rekanan pelaksana maupun dari beberapa orang di Kemhan sebanyak 11 orang.

Kejagung juga berkoordinasi dengan beberapa pihak yang dapat menguatkan pencarian barang bukti, salah satunya auditor di Badan Pengawasan Kuangan dan Pembangunan (BPKP) ketika menyelidiki kasus tesebut.

Pelibatan auditor BPKP tersebut, lanjut Febrie, sehingga tim penyelidik memperoleh masukan sekaligus laporan hasil audit tujuan tertentu dari BPKP. Selain itu juga, didukung dokumen lain yang dijadikan alat bukti dalam proses pelaksanaan itu sendiri.

Jampidsus mengatakan, kasus dugaan korupsi ini berawal pada tahun 2015 sampai dengan 2021 ketika Kemenhan melaksanakan Proyek Pengadaan Satelit Slot Orbit 123° BT. Ini merupakan bagian dari Program Satelit Komunikasi Pertahanan (Satkomhan) di Kemhan, antara lain pengadaan satelit Satkomhan MSS (Mobile Satelit Sevice) dan Ground Segment beserta pendukungnya.

“Namun yang menjadi masalah adalah dalam proses tersebut, kita menemukan perbuatan melawan hukum, yaitu ketika proyek ini dilaksanakan, tidak direncanakan dengan baik,” ungkapnya.

Bahkan, lanjut Febrie, saat kontrak dilakukan, anggaran belum tersedia dalam DIPA Kemhan Tahun 2015. Kemudian, dalam prosesnya ini juga ada penyewaan satelit dari Avanti Communication Limited yang seharusnya saat itu tidak perlu dilakukan.

“Tidak pelu menyewa karena di ketentuannya saat satelit yang lama tidak berfungsi, masih ada waktu 3 tahun dapat digunakan. Tetapi dilakukan penyewaan jadi kita melihat ada perbuatan melawan hukum,” tandasnya.

Bukan hanya itu, satelit yang disewa tidak dapat berfungsi dan spesifikasi tidak sama, sehingga indikasi kerugian keuangan negara yang ditemukan berdasarkan hasil diskusi dengan auditor, diperkirakan uang yang sudah keluar sekitar Rp500 miliar atau setengah triliun.

Uang setengah triliun rupiah itu berasal dari pembayaran sewa Satelit Arthemis dari Perusahaan Avant Communication Limited sekitar Rp41 miliar, biaya konsultan senilai Rp18,5 miliar, dan biaya arbitrase NAVAYO senilai Rp4,7 miliar.

“Selain itu, ada pula putusan arbitrase yang harus dilakukan pembayaran sekitar US$ 20 juta, dan inilah yang masih disebutkan sebagai potensi,” katanya.

Pembayaran US$ 20 juta itu masih menjadi potensi kerugian karena masih berlangsung dan melihat bahwa timbulnya kerugian atau potensi sebagaimana tadi disampaikan dalam persidangan arbitrase karena memang ada kejahatan yang dalam kualifikasinya masuk dalam kualifikasi tindak pidana korupsi.

Selanjutnya, Febrie mengatakan bahwa beberapa waktu yang lalu telah dilakukan ekspose dan telah disepakati bahwa alat bukti sudah cukup untuk dilakukan penyidikan sehingga telah diterbitkan Surat Perintah Penyidikan Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Nomor: PRINT-08/F.2/Fd.2/01/2022 tanggal 14 Januari 2022.

253