Jakarta, Gatra.com – Tim Jaksa Penyidik Pidana Khusus Kejaksaan Agung (Kejagung) untuk kesekian kalinya memeriksa Direktur Utama (Dirut) PT Dini Nusa Kusuma (PT DNK) atau Tim Ahli Kementerian Pertahanan, SW, dalam kasus dugaan korupsi Proyek Pengadaan Satelit Slot Orbit 123° Bujur Timur (BT) pada Kementerian Pertahanan (Kemhan) Tahun 2012–2021.
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Leonard Eben Ezer Simanjuntak, di Jakarta, Senin (21/2), menyampaikan, yang bersangkutan diperiksa masih sebagai saksi dalam kasus ini.
“Diperiksa terkait Tindak Pidana Korupsi Proyek Pengadaan Satelit Slot Orbit 123° Bujur Timur (BT) pada Kementerian Pertahanan Tahun 2012–2021,” ujarnya.
Leo menjelaskan, penyidik kembali memeriksa SW untuk menggali atau menemukan fakta hukum kasus dugaan korupsi pengadaan satelit yang dia dengar, lihat, dan alami sendiri.
“Pemeriksaan saksi dilakukan untuk memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan,” katanya.
Kejagung sebelumnya memeriksa SW sebagai saksi dalam kasus ini pada Selasa (18/1) dan Senin (24/1). PT DNK merupakan pemegang Hak Pengelolaan Filing Satelit Indonesia untuk dapat mengoperasikan Satelit atau menggunakan Spektrum Frekuensi Radio di Orbit Satelit tertentu.
Penyidik Kejagung juga sempat menggeledah tiga lokasi pada Selasa (18/1). Ketiga lokasi yang digeledah tersebut, pertama; kantor PT DNK yang beralamat di Jalan Prapanca Raya, Jakarta Selatan. Kedua, kantor PT Dini Nusa Kusuma yang beralamat di Panin Tower Senayan City, lantai 18A Jakarta Pusat. Lokasi ketiga, adalah? apartemen milik saksi SW. Penggeledahan tersebut berlangsung pada pukul 15.00 WIB.
Dari penggeledahan tersebut, kata Leo, Tim Penyidik Pidsus Kejagung menyita 3 kontainer plastik dokumen dan barang bukti elektronik dengan total kurang lebih 30 buah.
“Terhadap barang yang disita tersebut akan dijadikan barang bukti dalam perkara dugaan Tindak Pidana Korupsi dalam Proyek Pengadaan Satelit Slot Orbit 123° BT pada Kementerian Pertahanan Tahun 2015–2021,” katanya.
Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung (Jampidsus Kejagung), Febrie Adriansyah, menyampaikan, pihaknya telah menemukan indikasi kuat dugaan keterlibatan oknum TNI dan sipil dalam kasus tersebut. Ini merupakan hasil gelar perkara yang dilakukan Kejagung dan pihak terkait.
“Kita peroleh kesimpulan bahwa yang pertama, dari alat bukti tersebut memang kuat ada keterlibatan dari sipil dan oknum TNI,” katanya pada Senin (14/2).
Karena ada dugaan keterlibatan oknum tentara, Jaksa Agung ST Burhanuddin memerintahkan agar kasus ini disidik secara koneksitas dengan pihak TNI. Kasus pengadaan satelit ini terdiri dari penyewaan satelit dan pengadaan ground segment.
Febrie menyebutkan bahwa pihaknya juga sudah menemukan ada indikasi kerugian negara karena dalam sewa tersebut sudah dikeluarkan sejumlah uang sebesar Rp515.429 miliar. Ini merupakan temuan sementara yang akan terus didalami.
Menurutnya, dengan keterbukaan tersebut, perlu adanya pemahaman yang sama terhadap anatomi perkara yang terjadi, modus operandi, dan siapa yang berperan dalam tindak pidana korupsi proyek satelit tersebut yang kini sedang disidik.
Kejagung pada Jumat (14/1), menyatakan bahwa pihaknya mulai menyidik kasus dugaan korupsi Proyek Pengadaan Satelit slot Orbit 123° BT pada Kemhan tahun 2015–2021.
Febrie Adriansyah mengatakan, pihaknya mulai menyidik kasus tersebut setelah menaikkannya dari penyelidikan. Adapun penyelidikan kasus ini berlangsung sepekan.
Dalam penyelidikan tersebut, penyelidik Kejagung telah memeriksa beberapa pihak, baik dari swasta atau rekanan pelaksana maupun dari beberapa orang di Kemhan sebanyak 11 orang.
Kejagung juga berkoordinasi dengan beberapa pihak yang dapat menguatkan pencarian barang bukti, salah satunya auditor di Badan Pengawasan Kuangan dan Pembangunan (BPKP) ketika menyelidiki kasus tesebut.
Pelibatan auditor BPKP tersebut, lanjut Febrie, sehingga tim penyelidik memperoleh masukan sekaligus laporan hasil audit tujuan tertentu dari BPKP. Selain itu juga, didukung dokumen lain yang dijadikan alat bukti dalam proses pelaksanaan itu sendiri.
Jampidsus mengatakan, kasus dugaan korupsi ini berawal pada tahun 2015 sampai dengan 2021 ketika Kemenhan melaksanakan Proyek Pengadaan Satelit Slot Orbit 123° BT. Ini merupakan bagian dari Program Satelit Komunikasi Pertahanan (Satkomhan) di Kemhan, antara lain pengadaan satelit Satkomhan MSS (Mobile Satelit Sevice) dan Ground Segment beserta pendukungnya.
“Namun yang menjadi masalah adalah dalam proses tersebut, kita menemukan perbuatan melawan hukum, yaitu ketika proyek ini dilaksanakan, tidak direncanakan dengan baik,” ungkapnya.
Bahkan, lanjut Febrie, saat kontrak dilakukan, anggaran belum tersedia dalam DIPA Kemhan Tahun 2015. Kemudian, dalam prosesnya ini juga ada penyewaan satelit dari Avanti Communication Limited yang seharusnya saat itu tidak perlu dilakukan.
“Tidak pelu menyewa karena di ketentuannya saat satelit yang lama tidak berfungsi, masih ada waktu 3 tahun dapat digunakan. Tetapi dilakukan penyewaan jadi kita melihat ada perbuatan melawan hukum,” tandasnya.
Bukan hanya itu, satelit yang disewa tidak dapat berfungsi dan spesifikasi tidak sama, sehingga indikasi kerugian keuangan negara yang ditemukan berdasarkan hasil diskusi dengan auditor, diperkirakan uang yang sudah keluar sekitar Rp500 miliar atau setengah triliun.
Uang setengah triliun rupiah itu berasal dari pembayaran sewa Satelit Arthemis dari Perusahaan Avant Communication Limited sekitar Rp41 miliar, biaya konsultan senilai Rp18,5 miliar, dan biaya arbitrase NAVAYO senilai Rp4,7 miliar.
“Selain itu, ada pula putusan arbitrase yang harus dilakukan pembayaran sekitar US$ 20 juta, dan inilah yang masih disebutkan sebagai potensi,” katanya.
Pembayaran US$ 20 juta itu masih menjadi potensi kerugian karena masih berlangsung dan melihat bahwa timbulnya kerugian atau potensi sebagaimana tadi disampaikan dalam persidangan arbitrase karena memang ada kejahatan yang dalam kualifikasinya masuk dalam kualifikasi tindak pidana korupsi.
Selanjutnya, Febrie mengatakan bahwa beberapa waktu yang lalu telah dilakukan ekspose dan telah disepakati bahwa alat bukti sudah cukup untuk dilakukan penyidikan sehingga telah diterbitkan Surat Perintah Penyidikan Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Nomor: PRINT-08/F.2/Fd.2/01/2022 tanggal 14 Januari 2022.