Jakarta, Gatra.com – Penulis buku “Ismail Marzuki Senandung Melintas Zaman” sekaligus Rektor Universitas Multimedia Nusantara (UMN), Ninok Leksono, mengungkap kebiasaan unik komposer legendaris Indonesia, Ismail Marzuki.
“Pada masa awal bekerja di perusahaan piringan hitam, [Ismail Marzuki] keliling kota naik sepeda motor, selalu pakai baju necis, selalu pakai dasi. Katanya Pak Mail itu nggak pernah copot dasi kecuali [saat] mandi,” kata Ninok dalam konferensi pers virtual audisi daring Mentjari Bang Mail dan Djoewita pada Kamis, (17/2).
Ninok pun menambahkan bahwa sebelum bekerja sebagai penjual piringan hitam, Ismail Marzuki bekerja sebagai kasir. Namun, katanya, pekerjaan itu tak cocok bagi sang komposer mengingat jiwanya yang tergila-gila akan musik.
“Nggak kerasan [jadi kasir], orang seneng musik. Lalu dia cari pekerjaan sendiri. Dia kemudian menjual alat musik dan piringan hitam,” beber Ninok.
Ninok menjelaskan bahwa Ismail Marzuki merupakan penjual piringan hitam yang ulung. Pasalnya, saat berkeliling menjual benda tersebut, ia menceritakan tentang musik dan riwayat lagu dalam piringan hitam itu kepada calon pembeli.
Menurut Ninok, hal tersebut secara tidak langsung berpengaruh pada makin meluasnya wawasan Ismail Marzuki mengenai musik. Selain berjualan piringan hitam, pencipta lagu “Payung Fantasi” itu disebut bergabung ke berbagai grup musik dengan berbagai aliran (genre).
Dari situlah, kata Ninok, kemampuan musik Ismail Marzuki terus-menerus terasah. Alhasil, sang komposer kemudian dikenal sebagai musisi yang bisa memainkan banyak instrumen musik, seperti ukulele, gitar, biola, piano, hingga akordion.
Dari sekian banyak kemampuan cemerlang itu, Ninok menyebut satu bakat paling gemilang yang dimiliki Ismail Marzuki. “Bakat Pak Mail yang paling besar adalah menciptakan lagu,” katanya.
Menurut Ninok, lagu-lagu ciptaan Ismail Marzuki tak lekang oleh zaman. Itulah alasan mengapa ia menulis buku tentang Ismail Marzuki pada 2014 silam. Judul “Senandung Melintas Zaman” mengindikasikan bahwa karya-karya IM bisa melintasi abad 20 dan 21.
Selain “Payung Fantasi”, lagu-lagu Ismail Marzuki yang tak kalah abadi meliputi “Rayuan Pulau Kelapa”, “Sepasang Mata Bola”, “Halo-Halo Bandung”, “O Sarinah”, “Indonesia Pusaka”, hingga “Mengheningkan Cipta”.