Pati, Gatra.com - Penggusuran kawasan lokalisasi Lorok Indah (LI) Kabupaten Pati, Jawa Tengah menuai polemik. Pasalnya, dari sebanyak 70-an bangunan liar yang ditertibkan, menyisakan satu bangunan yang disebut dijadikan sebagai pondok pesantren.
Gedung itu tak lain adalah eks-Kafe Permata milik Zainal Musyafak yang kemudian diwakafkan kepada KH Nuril Arifin (Gus Nuril) untuk dijadikan Pondok Yayasan An-Nuriyah Soko Tunggal. Bangunan itu berdiri di lahan seluas 5.000 meter persegi dan terletak di kawasan LI bagian selatan.
Sebelumnya sempat terjadi perlawanan dalam proses eksekusi yang digelar pada Kamis (3/2) lalu.
Bupati Pati Haryanto mengatakan, bakal tetap menertibkan bangunan yang diklaim sebagai pesantren tersebut. Hanya saja, untuk jadwalnya menunggu hasil rapat koordinasi dengan pihak-pihak terkait.
Terlebih disebutkannya, berdasarkan data dari Kantor Kementerian Agama (Kemenag) Pati, pesantren itu belum berizin. Demikian pula, perwakafannya juga tidak terdaftar secara administratif.
"Sisa bangunan. Saya sudah koordinasikan dengan berbagai pihak. Banyak juga masukkan dari penghuni LI sendiri. Jadi pembongkaran tidak tebang pilih. Sebab ini merupakan pembongkaran bangunan liar, yang dipergunakan untuk prostitusi, tidak berizin usaha, dan ada di lahan pertanian berkelanjutan," ujarnya, Rabu (16/2).
Ia juga telah memastikan jika perizinan untuk pondok pesantren di kawasan LI itu tidak terpenuhi. Sehingga bisa dikatakan tidak ada bangunan yang secara sah bisa disebut sebagai pondok pesantren di LI.
Ketua PCNU Pati, Kiai Yusuf Hasyim turut menegaskan bahwa tidak ada pondok pesantren di LI. Ia mengaku sudah melakukan kroscek di berbagai lembaga. Hasilnya, pesantren itu memang tidak berizin.
"Di seksi Ponpes Kemenag sampai saat ini tidak ada satu pun pondok yang izin operasionalnya terdaftar di LI. Begitu pula data dari RMI. Tak ada pondok di sana. Sehingga saya sampaikan kepada masyarakat, pembongkaran ini sudah benar," bebernya.
Diberitakan sebelumnya, Pengasuh Pondok Pesantren An-Nuriyah Pati, Khoirul Annas mengatakan, bangunan di kompleks itu meliputi kantor pengurus pesantren, aula, dan dua bangunan semi permanen. Meski begitu, diungkapkan jika bangunan itu nyaris dirobohkan lima unit peralatan berat, usai 70-an bangunan lain diratakan dengan tanah.
"Sebelum jam 15.00 WIB, kawan-kawan yang di sini bilang, tunggu dulu-tunggu dulu, belum ada persetujuan. Ada sekitar lima unit alat berat membongkar. Kamar santri dua lantai dirobohkan. Masih ada empat yang berdiri. Aula, dua gudang dan gedung untuk kantor sekaligus untuk menjahit," ujarnya di lokasi, Jumat (4/2).
Melihat gedung tersebut nyaris ditertibkan, Annas dan sejumlah massa pun mencoba menghadang peralatan berat tersebut. Hanya saja, proses penertiban bangunan pesantren tetap berlanjut. Proses penggusuran gedung itu baru berhenti, saat Gus Nova yang tak lain merupakan putra KH Nuril Arifin turun tangan.
"Kami ikut berlari menjaga-jaga agar tidak bentrok. Gus Nova bilang berhenti atau tidak. Alat berat pada mundur. Hingga ada bangunan yang tersisa," katanya.