Karanganyar, Gatra.com- Perajin tahu merasakan dampak kenaikan harga kedelai impor. Kesulitannya makin bertambah akibat harga minyak goreng yang belum juga normal.
Perajin asal Bulurejo Rt 2 Rw VI Manggeh Tegalgede Karanganyar, Jateng Totok Suranto mengatakan kali terakhir menyetok kedelai impor pada Jumat pekan lalu. Saat itu harganya sudah Rp10.900 perkilogram. Harga tersebut terus melambung. Pada awal Februari Rp10.500 perkilogram sedangkan Januari Rp10.400 per kilogram.
"Nyetok 2 ton. Habis dalam waktu 12 hari. Tiap kali nyetok, harganya naik terus," kata Totok kepada wartawan, Senin (14/2).
Kedelai impor menjadi bahan baku utama tahu 'Sentral' milik keluarganya. Di pabrik ini memproduksi tahu putih, goreng dan tahu basah. Kemudian tahu kempong. Sudah berbulan-bulan harganya belum kembali ke level normal Rp8 ribu perkilogram. Ia sudah menyiasati ongkos produksi supaya tak perlu menaikkan harga jual.
Namun tidak demikian untuk jenis tahu goreng. Lantaran minyak goreng mahal, ia terpaksa mengubah ukuran menjadi lebih kecil. "Dari biasanya sekotak tahu dapat dibagi 100 buah, sekarang diperbanyak 120 buah. Ukurannya lebih kecil. Khusus untuk tahu goreng," katanya.
Kebutuhan migor tak bisa dikurangi. Tiap enam hari sekali ia menghabiskan 68 kilogram migor. Saat ini, harga migor curah non subsidi Rp17.300 perkilogram. Komponen lain juga sedang mahal seperti cuka.
"Sekarang masih bisa jual harga normal meski mengurangi ukuran. Enggak tahu kalau besok-besok. Harganya kedelai impor naik terus. Apalagi mendekati Ramadan dan hari raya," katanya.
Koordinator Perdagangan dari Disdagnakerkop UKM Karanganyar, Eko Supriyadi mengatakan masyarakat tak perlu panic buying. Pemerintah sedang menyusun skema subsidi kedelai impor bagi produsen skala rumah tangga.
"Kedelai impor yang mahal pasti berimbas ke perajin. Persoalannya nanti akankah menaikkan harga produk UKM eceran. Ini yang bisa memicu kondusivitas harga lainnya," katanya.